Senin, 18 November 2013

AHMADIYAH SEBUAH KONFLIK INTERNAL PEMELUK ISLAM



            Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjamin secara konstitusi  kebebasan warga negaranya untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 29, yang berarti bahwa toleransi sangatlah dikedepankan dalam kehidupan beragama. Tetapi kebebasan beribadat yang bagaimana yang masih bisa ditoleransi, karena tiap pemeluk suatu agama dapat saja berbeda dalam menafsirkan ajaran agamanya. Hal ini menjadi pertanyaan prinsip yang dapat berubah menjadi permasalahan besar, bahkan sampai menyebabkan kerawanan konflik horizontal. Komunitarian Ahmadiyah contohnya, perbedaan penafsiran ajaran Islam yang akhirnya menimbulkan konflik internal antara pemeluk Islam sendiri. Penyelesaian konflik yang berlarut-larut justru akan menimbulkan keresahan dan kekacauan, dimana kedua belah pihak telah mengaku dan menyakini ajaran yang dianutnya adalah benar. Tidak mudah untuk menyelesaikan permasalahan ini, karena masalah agama dan kepercayaan adalah masalah yang sangat sensitif, dan banyak diantara pemeluknya yang fanatik berani mengorbankan segalanya demi sebuah keyakinan.

PERMASALAHAN

         Banyaknya kelompok Ormas, lembaga, jamaah Islam yang menuntut untuk dibubarkannya komunitarian Ahmadiyah Al-Qadiyan dan melarangnya di Indonesia karena dianggap menyalahi akidah Islam dan sesat. Tidak jarang terjadi tindakan anarkis terhadap jamaah Ahmadiyah ini. Apakah sebenarnya yang terjadi dengan ajaran Ahmadiyah, apakah benar bertentangan dengan ajaran Islam dan  bagaimana solusi pemecahan masalahnya?

PEMBAHASAN

a.         Latar Belakang Ahmadiyah
        Ahmadiyah adalah sebuah ajaran yang telah menyimpang dari ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa Mirza ghulam Ahmad, pendiri ajaran tersebut diakui oleh pengikutnya sebagai nabi yang mendapat wahyu dan mempunyai kitab suci. Ajaran Ahmadiyah ini bermula di India dan dikenal dengan nama Ahmadiyah Qadiani, kemudian berkembang di negeri Pakistan dengan nama Ahmadiyah Lahore, dan setelah dijadikan aliran terlarang di Pakistan , maka pusat kedudukannya pindah ke kota London. Pendiri ajaran adalah Mirza Ghulam Ahmad, dan setelah meninggal digantikan oleh Khalifah Nuruddin, dan meninggal tahun 1914, kemudian digantikan oleh Khalifah III yaitu Mirza bashiruddin mahmood, anak tertua dari Mirza Ghulam Ahmad, dan setelah meninggal digantikan oleh Khalifah IV Tahir Ahmad sampai saat ini. Nama Ahmadiyah diambil dari nama pendirinya yaitu Mirza ghulam Ahmad, dilahirkan pada tahun 1839 di desa Qadian, India. Jemaat Ahmadiyah al-Qadiyan masuk ke Indonesia pada tahun 1935, dan telah tersebar ke berbagai daerah di wilayah Indonesia, bahkan telah mempunyai sekitar 300 cabang, terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah, Sumatra Barat, Palembang, Bengkulu, Bali, NTB, dll. Jamaah Ahmadiyah al-Qadiyan berpusat di Parung, Bogor, Jawa Barat.
b.            Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah al-Qadiyan
 Di antara pokok-pokok ajaran Ahmadiyah al-Qadiyan adalah sebagai berikut.
1) Mengimani dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad, 
laki-laki kelahiran India yang mengaku menjadi nabi, adalah nabinya. 
2) Mengimani dan meyakini bahwa "Tadzkirah" yang merupakan kumpulan 
sajak buatan Mirza Ghulam Ahmad itu adalah kitab sucinya. 
Mereka menganggap bahwa wahyu adalah yang diturunkan kepada Mirza 
Ghulam Ahmad. 
3) Mengimani dan meyakini bahwa kitab "Tadzkirah" derajatnya sama dengan 
Alquran. 
4) Mengimani dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus 
dengan diutusnya Nabi Muhammad saw. 
Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian terus belanjut sampai hari kiamat. 
5) Mengimani dan meyakini bahwa Rabwah dan Qadian di India adalah 
tempat suci sebagaimana Mekah dan Madinah. 
6) Mengimani dan meyakini bahwa surga itu berada di Qadian dan Rabwah. 
Mereka menganggap bahwa keduanya sebagai tempat turunnya wahyu.    
7)  Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan laki-laki di luar Ahmadiyah,
namun laki-laki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah. 
8)  Haram hukumnya salat bermakmum dengan orang di luar Ahmadiyah. 
 
 c.            Sumber Hukum Aliran Ahmadiyah al-Qadiyan 
 Aliran ini mengakui dirinya bersumber dari: 
 1) Alquranul Karim. 
2) At-Tazkhirah, yaitu sebuah buku yang memuat sajak-sajak buatan Mirza Ghulam 
Ahmad yang diyakini oleh para pengikutnya sebagai Alquran atau kitab suci yang 
diterima Mirza Ghulam Ahmad dari Allah SWT. Karena, Mirza ghulam Ahmad 
mengaku menerima wahyu dari Allah SWT. 
3) Hadis Nabi saw. 
4) Hadis buatan Mirza Ghulam Ahmad. Kitab hadis ini berisi petunjuk-petunjuk, 
hukum-hukum, perintah-perintah, dan larangan-larangan, halal, haram, dll. yang 
semuanya adalah perkatan Mirza Ghulam Ahmad, namun mereka meyakininya 
sebagai hadis. 
5) Petunjuk Huzur, yaitu petunjuk Khalifah Ahmadiyah al-Qadiyan. 
 
d.            Jumlah Kibat Suci menurut Ahmadiyah al-Qadiyan 
                Jemaat Ahmadiyah al-Qadiyan meyakini bahwa kitab suci yang Allah 
turunkan ke dunia kepada para nabi dan rasul-Nya ada lima:
1) Kitab Taurat, diturunkan kepada Nabi Musa. 
2) Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Dawud. 
3) Kitab Injil, diturunkan kepada nabi Isa. 
4) Kitab Alquran, diturunkan kepada nabi Muhammad saw. 
5) Kitab At-Tazkirah, diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad. 
 Anggapan Ahmadiyah al-Qadiyan ini tentunya menyalahi akidah Islam, yang Allah 
hanya menurunkan empat buah kitab suci selain suhuf kepada para nabi dan 
rasul-Nya, yaitu sebagai berikut:
1) Kitab Taurat, diturunkan kepada Nabi Musa a.s. 
2) Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Dawud a.s. 
3) Kitab Injil, diturunkan kepada nabi Isa a.s. 
4) Kitab Alquran, diturunkan kepada nabi Muhammad saw. 
 
Perlu diketahui bahwa kitab At-Tadzkirah yang diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah 
al-Qadiyan sebagai kitab suci itu hanyalah kumpulan sajak-sajak buatan Mirza 
Ghulam Ahmad yang mencampuradukan dengan ayat-ayat suci Alquran. Mirza 
Ghulam Ahmad telah membajak sejumlah ayat-ayat Alquran yang kemudian 
disesuaikan dengan alirannya dan dimasukkan dalam sajak-sajaknya, namun 
lucunya kumpulan sajak itu dikatakan kitab suci. 
 
e.            Jumlah Nabi dan Rasul menurut Ahmadiyah al-Qadiyan 
                Jumlah nabi dan rasul yang wajib diimani dan diyakini oleh aliran ini adalah 
26 nabi. Adapun menurut ajaran Islam yang benar, jumlah nabi dan rasul yang wajib 
diimani adalah sebanyak 25, sebab setelah Nabi Muhammad saw. sudah tidak ada 
lagi nabi sesudahnya. Beliau adalah penutup para nabi dan rasul. 
Akan tetapi, aliran Ahmadiyah al-Qadiyan ini meyakini ada satu lagi rasul yang wajib 
diimani, yaitu Mirza Ghulam Ahmad.     
 
f.             Nama-Nama Bulan menurut Ahmadiyah al-Qadiyan 
                Jemaat Ahmadiyah al-Qadiyan membuat nama-nama bulan sendiri yang
berbeda dengan nama-nama bulan yang telah ditetapkan oleh Islam. Nama-nama 
bulan versi Ahmadiyah al-Qadiyan adalah sebagai berikut:
1) Suluh 
2) Tabligh 
3) Aman 
4) Shahadah 
5) Hijrah 
6) Ihsan 
7) Wafa' 
8) Dhuhur 
9) Tabuk 
10) Ikha' 
11) Nubuwwah 
12) Fattah 
 
Adapun nama-nama bulan yang ditetapkan oleh Islam adalah sebagai berikut: 
 1) Muharram (Muharam) 
2) Shafar (Sapar) 
3) Rabi'ul Awwal (Rabiulawal) 
4) Rabi'ul Akhir (Rabiulakhir) 
5) Jumadil Awwal (Jumadilawal) 
6) Jumadil Akhir (Jumadilakhir) 
7) Rajab (Rajab) 
8) Sya'ban (Syaban) 
9) Ramadhan (Ramadan) 
10) Syawwal (Syawal) 
11) Dzulqaidah (Zulkaidah) 
12) Dzulhijjah (Zulhijah) 
 
 g.            Tanah Suci menurut Ahmadiyah al-Qadiyan 
                Jemaat Ahmadiyah al-Qadiyan berkeyakinan bahwa tanah suci dan tempat 
menunaikan ibadah haji, selain di Mekah (Kakbah), juga di Rabwah dan Qadian India. 
Mereka meyakini bahwa Qadian di India adalah tempat suci selain Makkah 
al-mukarramah dan Madinah al-munawarrah, karena menurutnya Allah SWT telah 
memilih tempat tersebut untuk menurunkan wahyu-wahyu-nya yang diturunkan kepada 
Mirza Ghulam Ahmad, sebagaimana disebutkan dalam wahyu versi Mirza Ghulam 
Ahmad, "Sesungguhnya telah kami turunkan kitab suci (Tadzkirah) di Qadian dan 
dengan kebenaran kami telah menurunkannya dan dengan kebenaran kami telah 
turunkan." Mirza Ghulam Ahmad mengatakan, "Ibadah haji ke Mekah tanpa haji ke 
Qadian adalah haji yang kering lagi hampa, karena haji ke Mekah sekarang tidak 
menjalankan misinya dan tidak menjalankan kewajibannya." (Badan Penelitian dan 
Pengembangan Agama Depag RI, 1985, hlm. 19--20). 
 
h.            Kenabian menurut Ahmadiyah al-Qadiyan 
                Ahmadiyah al-Qadiyan meyakini bahwa kebaniab masih terus berlanjut 
tanpa akhir dan terputus hingga hari kiamat. Ahmadiyah sangat tidak setuju dengan
firman Allah SWT yang tercantum di dalam Alquran yang menerangkan bahwa Nabi 
Muhammad saw. adalah penutup para nabi dan rasul. Ahmadiyah al-Qadiyan 
mengartikan lafaz khatam pada surah Al-Ahzab ayat 40 sebagai "cincin", dan bukan 
"penutup. Maka, arti ayat tersebut menjadi "Namun Muhammad adalah cincin para
nabi". Ini adalah arti yang menyimpang dari pemahaman yang benar, ditinjau 
dari segi apa pun. 
 
i.             Ahmadiyah al-Qadiyan Membajak Alquran 
                Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai nabi yang ke-26 dan mengaku 
menerima wahyu dari Allah SWT telah memalsukan sejumlah ayat Alquran. Sedikitnya 
terdapat 339 ayat Alquran yang dipalsukan olehnya. Mirza Ghulam Ahmad memalsukan 
ayat-ayat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sajak-sajak buatannya, yang 
dikatakannya sebagai wahyu yang diturunkan dari Allah kepadanya, para pengikutnya 
juga tertipu dan meyakininya tanpa mengecek kebenarannya. Pemalsuan yang 
dilakukannya terhadap beberapa ayat Alquran tidak lain agar orang-orang 
mempercayainya. Dengan susunan yang sama seperti 
ayat-ayat Alquran (padahal isinya telah dibelokkan), orang yang masih bodoh dalam 
agama pasti mempercayainya. Ini adalah taktik pengelabuhan. 
 
Di antara ayat-ayat Alquran yang dipalsukan oleh Mirza Ghulam Ahmad adalah 
sebagai berikut : 
1) Surah Al-Baqarah: 11,13,20, 30, 35, 61, 106, 114, 120, 125, 214. 
2) Surah Ali Imran: 3, 31, 37, 55, 123, 139, 140, 179. 
3) Surah An-Nisa': 79, 82. 
4) Surah Al-Maidah: 20, 56, 83. 
5) Surah Al-An'am: 9, 14, 30, 34, 45, 55, 57, 91, 115, 135. 
6) Surah Al-a'raf: 37, 113, 177, 178. 
7) Surah Al-Anfal: 17, 30, 33, 36. 
8) Surah At-Taubah: 32 dan 36. 
9) Surah Yunus: 2 dan 16. 
10)Surah Hud: 35. 
11) Surah Yusuf: 39, 87, 91, 94, 97, 101. 
12) Surah Ar-Ra'd: 11 dan 114. 
13) Surah Al-Hijr: 95. 
14) Surah An-Nahl: 128. 
15) Surah Al-Isra': 1, 8, 36, 81, 96, 105, 110. 
16) Surah Al-Kahfi: 110. 
17) Surah Maryam: 34 dan 52. 
18) Surah Thaha: 1 dan 131. 
19) Surah Al-Ambiya': 3, 30, 36, 107. 
20) Surah Al-Haj: 27. 
21) Surah Al-Mu'minun: 27 dan 36. 
22) Surah An-Nuur: 20. 
23)  Surah Asy-Syu'ara: 3, 222. 
24) Surah An-Naml: 10. 
25) Surah Al-Qashash: 6, 38. 
26) Surah Al-Ankabut: 1. 
27) Surah Al-Ahzab: 46. 
28) Surah saba': 10. 
29) Surah Yasin: 1, 3, 4, 6, 36, 58, 59, 83. 
30) Surah Az-Zumar: 36, 37. 
31) Surah Fush-Shilat: 31, 53. 
32) Surah Fath: 1, 2, 3, 10. 
33) Surah Adz-Dzariyat: 14. 
34) Surah At-Thuur: 48. 
35) Surah Al-Qamar: 44. 
36) Surah Ar-Rahman: 2, 26. 
37) Surah Al-Waqi'ah: 13, 79. 
38) Surah Shaf: 8. 
39) Surah Al-Qalam: 2. 
40) Surah Al-Muzammil: 15. 
41) Surah Al-Muddatsir: 25. 
42) Surah Al-Bayyinah: 1. 
43) Surah Az-Zilzalah: 1--3. 
44) Surah An-Nashr dan Al-Lahab: 1. 

j.       Dasar Hukum
1) Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana PASAL 56 a berbunyi : “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: yang pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia.”
2) Surat edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/BA.01/3099/84 tanggal 20 September 1984, antara lain : 
a) Pengkajian terhadap aliran Ahmadiyah menghasilkan bahwa Ahmadiyah-Qadiyan dianggap menyimpang dari Islam karena mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, sehingga mereka percaya bahwa Nabi Muhammad saw bukan nabi terakhir.
b) Malaysia telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Malaysia sejak tanggal 18 Juni 1975.
c) Brunei Darussalam juga telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Brunei Darussalam.
d) Rabithah Alam Islami yang berkedudukan di Makkah telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah KAFIR dan KELUAR DARI ISLAM.
e) Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah KAFIR dan TIDAK BOLEH pergi haji ke Makkah.
f) Pemerintah Pakistan telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah golongan MINORITAS NON MUSLIM.
3) Bakorpakem Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakorpakem) menyatakan aliran Ahmadiyah menyimpang dari ajaran Islam dan harus dihentikan. Karena dalam pemantauan selama 3 bulan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) terbukti tidak melaksanakan secara konsisten 12 butir penjelasan pokok-pokok ajaran yang disampaikan kepada publik. Bakorpakem memperingatkan agar warga JAI untuk menghentikan perbuatannya, di dalam suatu keputusan bersama atau SKB, antara Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri sesuai UU Nomor 1 PNPS tahun 1965.
4) SKB yang dikeluarkan pada tanggal 9 Juni 2008 itu intinya berisi peringatan dan perintah kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.

         Dari uraian pembahasan diatas jelaslah bahwa ajaran Ahmadiyah memang menyimpang dan bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya, bahkan yang menyangkut kaidah-kaidah yang prinsip. Oleh karena itu perlunya suatu langkah-langkah solusi agar ajaran Ahmadiyah tersebut tidak terus berkembang dan kembali pada akidah yang benar sehingga tidak melukai hati pemeluk agama Islam lainnya.

ANALISIS SOLUSI PENYELESAIAN
     Berdasarkan hukum dan keputusan SKB tiga Menteri, Pemerintah selaku penguasa seharusnya bersikap tegas dengan segera membuat surat keputusan yang melarang “ahmadiyah’ di Indonesia. Dalam kasus ini komunitarian “ahmadiyah” sudah jelas melakukan penodaan terhadap agama Islam. Kalau ahmadiyah tidak mengindahkan keputusan Bakorpakem maka pengikutnya bisa di pidana selama 5 tahun. Apabila pemerintah, aparat penegak hukum tidak segera bertindak dan membiarkan masalah ini berlarut-larut maka  konflik horizontal tidak akan bisa dihindari lagi.

     Dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung pada hari senin tanggal 9 Juni 2008, ternyata belum menyurutkan kontroversi Jama’at Ahmadiyah Indonesia (JAI). Enam butir keputusan SKB yang intinya membekuan segala kegiatan JAI, belum memuaskan banyak pihak, baik yang pro maupun kontra. Sampai hari ini ormas-ormas Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) masih menuntut pemerintah membuat keputusan yang lebih kuat, lebih dari sekedar pembekuan. Dengan menggelar aksi massal di depan Istana Negara, mereka mendesak pemerintah segera membubar JAI dengan keputusan hukum yang lebih tinggi, yaitu Keputusan Presiden (Kepres). Mereka menyatakan Ahmadiyah sesat dari ajaran Islam, dan telah melakukan tindakan penistaan agama yang lebih signifikan implikasinya dibandingkan kekerasan fisik. JAI sebagai pihak yang menjadi objek hukum dari SKB tersebut, juga tidak kalah gesit. Dengan dukungan berbagai pihak terutama Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Pimpinan Ahmadiyah Indonesia mengajukan Judicial Review atas SKB Pembekuan Jama’at Ahmadiyah Indonesia ke Mahkamah Konstitusi. Mereka membela diri dengan mengatakan dirinya tetaplah muslim, sebab seluruh pengikut Ahmadiyah tetap sholat, membaca Al Qur’an, dan mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi utusan Allah layaknya umat Islam yang lain. Sebagai warga negara Indonesia yang sah, mereka merasa berhak mendapatkan perlakuan yang baik termasuk dalam berkeyakinan.  

      Persoalan ini tidak akan ruwet jika kita dekati dari perspektif, apakah Ahmadiyah itu termasuk aliran-aliran mainstream dalam Islam ataukah lepas dari Islam? Pembahasan dan dialog tentang ajaran-ajaran Ahmadiyah dalam perspektif Islam sudah selesai. Para ulama terkemuka Islam telah tegas menyatakan Ahmadiyah merupakan aliran yang keluar dari Islam. Rabithah ‘Alam Islam, organisasi fatwa yang diakui oleh umat Islam se-dunia telah menyatakan sesatnya ajaran Ahmadiyah. Dua organiasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan NU telah tegas mengemukakan Ahmadiyah bukanlah Islam. Meskipun ada nama Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membela Ahmadiyah mati-matian dan sampai mati, namun pendapat Kiyai Kharismatik NU ini hanya bersifat personal bukan institusi. 

       Tapi ketika kasus ini dibicarakan pada perspektif penegakan hak asasi manusia yang didalamnya tercantum diktum kebebasan berkeyakinan, penanganan Ahmadiyah menjadi tidak mudah. Dalih HAM yang saat ini bermetamorfosis menjadi kitab Undang-Undang paling suci di dunia, membuat paham-paham seperti: kebebasan beragama, sekularisasi, liberalisme, individualisme, serta pluralisme, telah berhasil melangkahi locallity values yang selama ini dipegang oleh masyarakat kita. Letak problematis JAI berada pada lingkup kenegaraan. 

    Teori populer tentang Negara mengatakan pemerintah tidak punya kewenangan mencampuri urusan keyakinan seseorang. Pemerintah sebagai perwujudkan organisasi yang bernama negara hanya berperan dalam ruang publik saja. Namun, pendapat ini bisa berubah melihat konteks masyarakat. Teori di atas berlatar belakang social-culture masyarakat Barat yang memang sekuleristik. Berbeda dengan konteks Indonesia, Prof. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengatakan “Karena rakyat Indonesia yang diayomi oleh Negara adalah masyarakat yang beragama, maka Negarapun memilki peran dalam mengatur agama”. Tinjauan historis membuktikan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kepercayaan terhadap Realitas Ilahiah. Negara inipun didirikan atas dasar religiusitas sebagaimana yang tertuang dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945. Atas dasar itulah produk hukum berupa Undang-Undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan, Perda dan lain sebagai, harus tetap terikat dengan landasan religiusitas itu, yang bersumber pada filosofi negara sila Pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. 

            Kembali pada kasus Ahmadiyah, jika kita memang ingin menegakkan asas demokratis yang mengedepankan suara mayoritas sebagai patokan keputusan, maka suara mayoritas umat Islam yang jumlah 85% dari 220 juta rakyat Indonesia perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pandangan ini bukanlah sebagai bentuk tirani mayoritas terhadap minoritas. Namun, ketika 80.000 pengikut komunitarian Ahmadiyah di Indonesia (Pimpinan Ahmadiyah mengklaim jumlah pengikutnya 800.000 orang, tapi jumlah 80.000 ini adalah hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Indonesia) berpotensi memunculkan konflik horizontal, rasanya pemerintah harus arif menyikapi hal ini. Potensi konflik horizontal memang rentan terjadi jika kasus Ahmadiyah tetap dibiarkan mengambang oleh pemerintah. Keberadaan komunitarian Ahmadiyah menjadi duri dalam daging yang membuat umat Islam terus gelisah.

          Dukungan dari pengikut Ahmadiyah dari 120 negara tak membuat Pimpinan Ahmadiyah Indonesia gentar demi langgengnya eksistensi Ahmadiyah di tanah air. Di pihak lain, sebagian umat Islam yang menganggap penodaan terhadap Islam oleh Ahmadiyah tak bisa ditolerir lagi.  

KESIMPULAN
            Kasus Ahmadiyah menjadi ujian bagi rasa toleransi yang selama ini kita junjung tinggi. Di tengah persoalan kemiskinan, kekerasan pendidikan, korupsi, persaingan politik, dan hilangnya kedaulatan negara, maka perlu kiranya pemerintah bertindak cepat mengurai benang kusut yang satu ini. Masalah ini berpotensi besar menimbulkan konflik, oleh karena itu penyelesaian harus dengan cara yang tepat. 

       Pendekatan yang digunakan tidak bisa dengan murni hukum, tetapi lebih tepat bila dilakukan dengan persuasif, dialog dan pembinaan. Keterlambatan pemerintah mengantisipasi dan menangani masalah ini dengan tuntas mengakibatkan semakin menambah rumitnya permasalahan manakala jumlah jamaah komunitarian Ahmadiah sudah mencapai angka 80.000 orang. Padahal aliran Ahmadiyah masuk di Indonesia sudah sejak tahun 1935. Dari dulu sampai saat ini, agama merupakan persoalan paling sensitif. Hanya agama yang bisa membuat seseorang rela mati demi mempertahankannya.

(Fajar Purwawidada)

REFERENSI
1.         Kitab Undang Undang Hukum Pidana
2.         Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Depag RI, 1985
3.      Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung  tanggal 9 Juni 2008
4.         Safudi, Agus, 2005. Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Al-Qadiyan
5.         Salim, Hafsah, 2008. Kebenaran Tentang Ajaran Ahmadiyah
6.         Siti, 2008. Kasus Ahmadiyah
7.     Surat Pernyataan Permohonan Pelarangan secara nasional terhadap Ahmadiyah di Indonesia tanggal 17 September 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar