Rabu, 26 Februari 2014

KELOMPOK TERORIS MUJAHIDIN INDONESIA BARAT

JARINGAN KELOMPOK MUJAHIDIN INDONESIA BARAT


Kelompok Teroris Mujahidin Barat dipimpin oleh Abu Roban alias Amat Untung Hidayat, warga asal Desa Timbang, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang. Kelompok ini merupakan jaringan penerus kelompok Abu Umar alias Muhammad Ichwan alias Abdullah alias Indra Kusuma alias Andi Yunus alias Nico Salman. Abu Umar ditangkap di Bogor pada 4 Juli 2011. Abu Umar merupakan aktivis Negara Islam Indonesia (NII). Abu Umur terlibat aksi penyerangan terhadap Menteri Pertahanan era Gus Dur, Matori Abdul Jalil. Dia juga melakukan rencana menyerang Kedutaan Besar Singapura di Jakarta. Kelompok Abu Umar juga terkait kelompok Nur Hidayat alias Dayat Kacamata yang disergap di Ciputat pada 1 Januari 2014. Kelompok Dayat telah merencanakan serangkaian aksi bom dan pembunuhan dengan target wihara, gereja, sejumlah hotel, markas polisi, Kedutaan Besar AS di Jakarta, serta simbol-simbol zionisme dan AS lain.

Abu Roban terakhir tinggal di Dusun Sempu, RT 1 RW 2, Desa Sempu, Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang. Berhasil ditembak mati pada saat penyergapan 8 Mei 2013. Kelompok jaringan Abu Umar yang belum tertangkap berhubungan dengan mantan anggota JAT, seperti Wiliam Maksum dan Budi Syarif dan beberapa orang lainnya.

Pembentukan kelompok Mujahidin Indonesia Barat dimulai dari pelatihan paramiliter teroris kelompok Dulmatin di kawasan pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar berhasil ditumpas aparat. Sejumlah besar tokohnya tertembak mati saat melarikan diri atau tertangkap. Kang Jaja, tokoh NII Banten ditembak mati di Aceh Besar saat hendak kabur kearah Meulaboh. Berikutnya Dulmatin disergap dan tewas di Pemulang, Tangerang. Setelah kelompok Aceh ditumpas, sisa-sisa kelompok jaringan ini menggelar halaqah di Tangerang. 

Dari pertemuan itu lahir Deklarasi Situ Gintung 20-12. Hadir dalam pertemuan itu; Dayat, Abu Roban, Nurul Haq dan beberapa orang lainnya. Deklarasi tersebut menyepakati untuk meneruskan pergerakan yang pernah dipimpin Abu Umar. Salah satunya mengenai pembagian wilayah untuk operasi fa’i dan komando gerakan yang dipimpin oleh Kodrat alias Polo alias Deko, serta pembagian tugas yang akan dibebankan kepada masing-masing orang dalam kelompok teroris tersebut.

Kegiatan dilakukan untuk kelangsungan kegiatan kelompok mereka dan agar tujuan tercapai. Mereka berupaya mencari bahan peledak dan senjata api. Namun dalam perjalanannya kelompok ini tidak berjalan mulus. Ada perselisihan paham antara Kodrat dan Abu Roban. Perselisihan didasarkan pembagian hasil perampokan dan juga perebutan wilayah untuk dijadikan target teror dan pengumpulan dana. Abu Roban akhirnya membentuk sel baru dengan bendera Mujahidin Indonesia Barat (MIB).

Deklarasi MIB dilakukan di pegunungan Kamojang, Garut, Jabar. Kelompok ini memiliki misi untuk membantu perjuangan jihad kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin Santoso alias Abu Wardah yang berpusat di Poso, Sulawesi Tengah. Abu Roban memiliki hubungan dengan jaringan terorisme Internasional yakni kelompok Al Qaeda, Osama bin Laden.

Aksi terorisme yang di lakukan kelompok IMB adalah serangkaian perampokan bersenjata. Mulai perampokan konter telepon seluler, bank, toko onderdil kendaraan di Jawa maupun Sumatera. Aksi terbaru adalah perampokan bank BRI KCP Panongan, Tangerang pada 24 Desember 2013. Hasil perampokan total mencapai Rp. 2 miliar. Bukti MIB membantu kelompok MIT adalah adanya pengiriman senjata api dan munisi dari Bandung ke Makasar yang dibeli dari hasil aksi-aksi perampokan di berbagai wilayah Indonesia, seperti; Bandung, Jawa Tengah dan Jakarta.

Aksi perampokan (Fa’i) dipengaruhi oleh Buku Abu Bakar Ba’asyir, Tadzqirah. Buku tersebut menyatakan bahwa merampok untuk kepentingan (terorisme) itu dihalalkan. Pernyataan itu dijadikan pegangan para teroris melakukan aksi perampokannya. Semula para teroris ragu untuk melakukan perampokan, namun karena buku tersebut maka mereka akhirnya yakin.

Senjata tersebut dari Makasar selanjutnya dibawa menuju Poso. Jaringan kelompok Abu Roban sampai pada sel-sel di Makasar dan Bima, NTB. Kelompok Makasar pernah berupaya membunuh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo saat kampanye akbar Pilgub. Ketika Abu Roban tewas tertembak di Batang, kelompok Wiliam Maksum di Bandung disergap. Wiliam adalah pemasok senjata yang dibelinya dari Cipacing, Jawa Barat. Senjata dibuat dengan memodifikasi senapan angin menggunakan laras organik. Pada September 2013 aparat berhasil menangkap pengrajin senjata pesanan Wiliam Maksum.

Kelompok Dayat terbongkar akibat hasil analisis dari motor yang digunakan Nurul Haq saat menjadi eksekutor penembakan anggota polisi di Pondok Aren. Dari motor yang ditinggal di lokasi kejadian, aparat menangkap Topan di Tasikmalaya. Dia diketahui memasok motor untuk operasional Nurul Haq. Hasil pengembangan kasus aparat menangkap Anton alias Septi, yang merupakan tersangka kasus peledakan bom di Vihara Ekayana, Tanjung Duren, Jakarta Barat. Anton juga terkait ledakan bom Beji, Depok pada September 2012. Penangkapan terhadap Anton alias Septi kemudian dikembangkan, sehingga pada penyergapan di Kampung Sawah Ciputan yang menewaskan 6 orang teroris. Hasil penyergapan ditemukan beberapa pistol rakitan dan pen gun, serta beberapa bom pipa hasil rakitan kelompok tersebut. Salah satunya adalah Hendi Albar yaitu satu dari dua DPO kasus penembakan polisi di Pondok Aren bersama Nurul Haq. Dalam dokumen yang ditemukan, menunjukkan bahwa Nurul Haq akan berjihad bom bunuh diri ke Suriah (Syiria). Haq tengah mengurus pembuatan paspor untuk pergi ke Suriah.

A N A L I S I S

Perampokan (fa’i) yang dilakukan kelompok teroris adalah untuk mendapatkan dana / kekayaan membiayai aksi-aksi terorismenya. Dengan hasil Rp. 2 miliar mereka dapat membeli senjata dan bahan peledak. Perampokan merupakan aksi terorisme yang memungkinkan saat ini untuk mendapatkan dana besar setelah aliran dana dari luar negeri berhasil diputus. Aksi perampokan memiliki resiko yang sangat besar, tetapi nampaknya kelompok teroris sudah tidak ada alternatif lain. 

Aksi terorisme selalu dibenarkan berdasarkan fatwa-fatwa ulama yang dianggapnya sebagai pemimpin. Fatwa Abu Bakar Ba’asyir telah menjerumuskan mereka pada tindakan aksi terorisme. Ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis telah dibajak untuk legitimasi dan pembenaran perbuatan terorisme itu. Demikian juga dengan buku-buku karya tokoh radikal Islam yang lain. Mereka melalui tulisannya menyebarkan virus kekerasan dan kebencian untuk mengkafirkan orang lain dan kemudian memeranginya. Thoriq yang merupakan pelaku bom Depok 2012 berkeinginan untuk menjadi pengantin (pelaku bom bunuh diri) juga karena terinspirasi oleh buku karya Imam Samudra “Mereka adalah Teroris”.

Fakta bahwa ada anggota jaringan kelompok teroris yang hendak berangkat ke luar negeri, Suriah (Syiria) membuktikan bahwa selama ini mereka terus berusaha untuk membangun jaringan dengan kelompok teroris Internasional. Mereka berharap akan mendapatkan pelatihan, dukungan dana dan pengalaman bertempur di konflik Timur Tengah. Hal ini mengulangi jejak pendahulunya (jaringan lama) Darul Islam (DI) dan Jamaah Islamiyah (JI). Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir mulai 1985 telah mengirim kader-kader DI dan JI ke Afganistan untuk mengikuti pelatihan paramiliter di Ittihad al Islamiy pimpinan Saikh Rassul Sayyaf dan sekaligus praktek berperang melawan Soviet. Hingga berakhir 1991 mereka telah berhasil mengirimkan kader 10 angkatan dengan jumlah sekitar 200 orang. Hasil didikan dari luar negeri inilah yang kemudian nanti kembali ke tanah air dan menjadi tokoh-tokoh utama pelaku terorisme di Indonesia.

REKOMENDASI 

1.  Terus dilakukan penelusuran dan pemutusan terhadap jaringan-jaringan dan sel-sel baru kelompok terorisme baik yang terhubung dengan Mujahidin Indonesia Barat (MIB) maupun Mujahidin Indonesia Timur (MIT). 

2. Temukan perkembangan modus operandi dan strategi baru kelompok teroris untuk mengumpulkan dana, teknologi komunikasi dan media yang digunakan aksi terorisme.

3.  Wapadai dan cegah ceramah-ceramah keras dan fatwa-fatwa ulama yang menyimpang dari ajaran Islam yang dapat digunakan teroris sebagai dasar pembenaran dan legitimasi aksi terorismenya.

4.  Pantau gerakan WNI yang berada di luar negeri, dalam upaya untuk menggalang dukungan dan kekuatan gerakan terorismenya di Indonesia.

5.   Tingkatkan pengamanan untuk mencegah aksi perampokan dan peredaran senjata api di masyarakat.


(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.) 

Minggu, 23 Februari 2014

WASPADAI GERAKAN POLITIK KANAN

PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

Fakta sepanjang sejarah perjalanan bangsa Indonesia, agama Islam sangat tragis karena selalu saja dijadikan kedok, tunggangan dan legitimasi bagi kepentingan-kepentingan yang bermotif politik bagi Gerakan Kanan. Setiap konflik di Indonesia mulai DI/TII, Aceh, Poso, Maluku Utara, Ambon dan Terorisme dalam akar masalah sesungguhnya tidak ada hubungan langsung dengan persoalan agama. Tetapi agama Islam selalu saja diguanakan sebagai alasan pembenaran untuk mendapatkan dukungan umat Muslim. Mereka juga selalu menggunakan rujukan ayat-ayat Al Quran dan Hadis sebagai pembenar atas kekerasan yang dilakukannya. Sungguh ayat-ayat Al Qur'an dan Hadis telah dibajak untuk mencapai tujuan politiknya. 

Gerakan mereka dibagi dua, yaitu gerakan fisik dan politik. Gerakan fisik bersenjata seperti yang dilakukan kelompok-kelompok teroris jauh lebih mudah digagalkan dan ditumpas. Gerakan politik saat ini menjelma dalam bentuk Partai Politik Islam dan Ormas Islam yang memiliki agenda rahasia berdirinya NII (Negara Islam Indonesia). Paling getol adalah Partai P*S dan Ormas HT*I. Mereka adalah perpanjangan Ikhwanul Muslim dan Wahabi di Indonesia. Tujuan mereka adalah mendirikan dasar negara Islam, Negara Islam atau Khilafah Islamiyah yang berideologi Wahabi. Cara-cara yang dilakukan secara sistematis dengan dukungan dana yang kuat melakukan penyusupan, perekrutan dan penguasaan terhadap masjid-masjid, Lembaga Dakwah Mahasiswa dan masyarakat luas. Mereka melakukan Wahabisasi yang meminggirkan budaya dan tradisi lokal. Islam telah dijual untuk kepentingan politik yaitu kekuasaan. Dengan mengatasnamakan Islam gerakan radikal fisik dan politik secara simultan terus dilakukan. Kelompok-kelompok Islam radikal terus merencanakan aksi-aksi Terorisme, sedangkan Partai Politik akan berjuang di parlemen untuk menyusupkan agenda-agenda mereka dalam kebijakan dan memaksakan keluarnya Perda-Perda Syari'at Islam. Sasaran utamanya adalah bagaimana dapat melakukan amandemen terhadap UUD 1945 dan kalau perlu menggantinya dengan Dasar Negara Islam. Gerakan mereka secara masif mengancam 4 pilar Bangsa; ideologi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

Oleh karena itu sebentar lagi Indonesia menyelenggarakan Pemilu, Masyarakat harus sadar dan cerdas... mereka telah menyusun strategi pemenangan yang hebat... jangan biarkan agama Islam dijadikan tunggangan dan dibajak oleh mereka yang telah memiliki agenda Asing untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini. Bahwa Indonesia bukan negara agama. Keinginan untuk formalisasi agama Islam dalam bentuk Negara Islam Indonesia (NII) akan menyeret agama Islam dalam perpecahan dan pertumpahan darah. Kita harus mencegah agar sejarah pahit bangsa ini tidak terulang kembali. Berikut ada kutipan yang dapat kita simak dan renungkan sebagai intropeksi mawas diri:

"Hanya ada pemikiran kecil yang membedakan P*S dari JI (Jamaah Islamiyah). Seperti JI, manifesto pendirian P*S adalah untuk memperjuangkan Khilafah Islamiyah. Seperti JI, P*S menyimpan rahasia sebagai prinsip pengorganisasiannya, yang dilakukan dengan sistem sel yang keduanya pinjam dari Ikhwanul Muslim.... Bedanya, JI bersifat revolusioner sementara P*S bersifat evolusioner. Dengan bom-bom bunuh dirinya, JI menempatkan diri melawan pemerintah, tapi JI tidak mungkin menang. Sebaliknya, P*S menggunakan posisinya di parlemen dan jaringan kadernya yang terus menjalar untuk memperjuangkan tujuan yang sama selangkah demi selangkah dan suara demi suara.... Akhirnya, bangsa Indonesia sendiri yang akan memutuskan apakan masa depannya akan sama dengan negara-negara Asia Tenggara yang lain, atau ikut gerakan yang berorientasi ke masa lalu dengan busana jubah fundamentalisme keagamaan. P*S terus berjalan. Seberapa  jauh ia berhasil akan menentukan masa depan Indonesia". 

 (Sadanand Dhume, "Indonesian Democracy's Enemy Within: Radical Islamic party threatens Indonesia with ballots more than bullets, " dalam Ilusi Negara Islam, 2009).

(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)


ANALISIS GEOPOLITIK PAHAMI POLITIK DUNIA MASAKINI

                               
Pendahuluan

Refleksi perkembangan konteks dunia terkait dengan sejarah, struktur kemasyarakatan suatu negara dalam situasi dan kondisi tertentu sangat menentukan konstelasi geopolitik dan geostrategi kebijakan politik suatu negara dalam suatu interaksi tatanan dunia yang sangat kompleks. Interaksi banyak negara tersebut memiliki hubungan struktural dan hierarkis yang kompleks, misalnya hubungan Utara-Selatan terkait dengan pertumbuhan yang tidak seimbang yang mana mayoritas negara-negara Utara adalah negara maju yang unggul dalam bidang informasi, penguasaan teknologi, dengan struktur masyarakat yang mudah menerima perubahan (dinamis dan terbuka). Sedangkan sebagian besar negara di belahan Selatan adalah negara berkembang dan terbelakang baik dalam aspek ekonomi, teknologi, informasi, dengan struktur masyarakatnya yang cenderung tertutup (isolasionis). Dalam perkembangan negara yang demikian, negara yang lebih unggul cenderung menggantikan negara yang mengalami kemerosotan sehingga selalu terdapat kecenderungan jatuh bangunnya suatu supremasi, dicontohkan jatuhnya supremasi Inggris Raya bersamaan dengan diakuinya hegemoni Amerika Serikat, hingga sekarang dikenal dengan kebangkitan Asia melalui perekonomian China dan India yang menyaingin Amerika Serikat dan Jepang. Peran perekonomian yang menggati secara parsial konsep hardpower militer, angkatan laut yang mendominasi pasca Revolusi Industri Inggris dan pasca Perang Dingin, menjadikan tatanan dunia lebih bersifat multipolar daripada bipolar maupun unipolar. Peranan ekonomi dan munculnya isu-isu baru yang menarik perhatian negara-negara secara keseluruhan seperti isu lingkungan dan pemanasan global, mengakibatkan peranan aktor lain seperti organisasi internasional, rezim internasional, serta perusahaan internasional mutlak diperlukan untuk melengkapi fungsional peranan negara. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa konseptualisasi “Geopolitik” yang sarat dengan perlombaan militer, politik ekspansi, dan kewilayahan kehilangan esensi, meskipun tidak sepenuhnya, digantikan oleh konseptualisasi “Geopolitics’ yang lebih luas dalam beragam aspek.

Permasalahan

Bagaimanakah analisis geopolitik dapat digunakan untuk memahami fenomena politik dunia masakini?

Pembahasan Materi

Pemahaman geopolitik dan geostrategi dalam merefleksikan perkembangan konteks dunia dapat diperoleh melalui pengetahuan mendalam dasar sejarah dan struktur suatu negara dalam situasi dan kondisi tertentu. Misalnya kemampuan dalam menjelaskan proses jatuh bangunnya supremasi dunia dan bentuk tatanan dunia baru sekarang bisa diperoleh melalui pemahaman terhadap konteks ‘struktur’, ‘sejarah’, dan konsekuensi suatu peristiwa.                        
Dua hal tersebut, yakni sejarah dan struktur, membantu menjelaskan siklus stabilitas, perpecahan, trauma, dan serangkaian kondisi secara holistik. Sedangkan ‘struktur’ membantu menjelaskan hubungan yang terjadi dalam perkembangan tidak seimbang ‘uneven development’, komunitas terbuka atau tertutup, dan rezim politik yang saat itu berpengaruh. Secara garis besar, yang diperlukan dalam merefleksikan situasi dan kondisi perkembangan negara-negara dalam konteks geopolitik adalah ‘sekumpulan data’.
Contoh konkret yakni China. China terlahir dari suatu komunitas, bahkan peradaban paling tua di dunia dalam proses menjadi bangsa besar ‘building nationa process’ yang mana China selalu tidak lepas dari tradisi berperang dan ledakan jumlah penduduk. Teritori yang terbatas dan jumlah penduduk yang besar mengakibatkan terjadinya kompetisi yang berujung pada invasi dan perang antardinasti. Konsekuensinya adalah, China terbentuk sebagai komunitas yang terisolasi dan tertutup, artinya sangat takut terhadap orang asing. Salah satu implementasi dari nilai-nilai isolasi tersebut adalah dibangunnya tembok China sebagai usaha untuk membentengi kultur budaya China agar tidak tercampur oleh bangsa asing ‘invasi mongolia’ saat itu. Kedua, adalah kebijakan Mao Zedong melakukan reformasi internal daripada menjalin hubungan (ketergantungan ‘interdependensi’) dengan pihak asing saat itu.
Contoh lain yang menjelaskan ‘instabilitas’ pada negara-negara di suatu wilayah adalah instabilitas di Timur Tengah. Instabilitas tersebut berasal dari sejarah Timur Tengah yang: (1) berada di antara kerajaan Roma dan Kerajaan Persia, (2) berada di tengah-tengah Kerajaan Bizantium Roma dan Dinasti Arab, (3) di tengah-tengah kebudayaan Barat dan Islam. Sebagaimana wilayah Asia Tengah yang cenderung diliputi ketidakstabilan sebagai konsekuensi di tengah-tengah Rusia dan Eropa. Teritori tersebut di atas menjadi obyek kepentingan banyak hegemoni dan proteksi. Stabilitas dan ketidakstabilan berkontribusi terhadap konfigurasi dimensi yang terlibat di dalamnya baik politik, sosial, demografis, etnis, budaya, ekonomi dan lainnya. Dimensi ini terus menerus mengalami dinamika dan kemudian menjadi data utama dalam memahami tatanan geopolitik. Oleh karena itu, terus menerus ditekankan untuk melandaskan unit eksplanasi pada serangkaian data tersebut dan tidak membatasi penjalasan pada konsep teoritis semata.
Disebutkan bahwa jatuh bangunnya kekuatan hegemoni secara historis melalui suatu siklus logis yang sama. Dicontohkan supremasi yang mengalami kolaps yakni Roma, Inggris, Uni Soviet, dan Amerika Serikat (secara ekonomi, tapi tidak secara keseluruhan peranannya), dan yang mengalami kemunculan sebagai supremasi baru ialah India, China (secara ekonomi dan politis), Saudi Arabia, Brazil dan Iran.
Siklus keruntuhan suatu supremasi melalui tahap yang tidak diduga. Keruntuhan, secara geopolitik, didefinisikan sebagai peristiwa setelah melalui proses yang panjang di antara komunitas dan sistem politik. Seringsekali yang lebih kuat membawa tatanan baru. Misal pada abad ke-tujuh belas (1789) terdapat perubahan tatanan politik dan sosial yang berkontribusi terhadap perubahan geopolitik yaitu berakhirnya era monarkis dan kerajaan-kerajaan. Kedua, pada 1914, Perang Dunia I mengakibatkan perubahan geopolitik yang mana muncul dua kekuatan bipolar yakni Uni Soviet dan rezim autoritarian. Ketiga, pada 1989-1991, berakhirnya perang dingin berkonsekuensi terhadap perubahan geopolitik yang bersifat unipolar yang mana Amerika Serikat muncul sebagai hegemoni baru. Keempat, pada 2001 globalisasi dan pelanggaran internasioal membawa tatanan geopolitik baru yang lebih multipolar dengan keterlibatan aktor negara dan munculnya isu-isu geopolitik baru seperti minyak mentah, energi, kultur, ekonomi dan lingkungan. Secara struktur, disampaikan terdapat dua dimensi tatanan dunia yakni ‘kemiskinan’ dan ‘wealth’, dalam kata lain ‘inequality’ yang terjadi akibat ‘uneven development’.

Kesimpulan

Dari macam-macam geopolitik dan fasenya dapat diringkas sebagai berikut: (1) masa geopolitik klasik, (2) geopolitik perang dunia II, dan (3) geopolitik perang dingin. Pasca berakhirnya perang dingin, bukan berarti geopolitik telah mati. Teritori secara fisik masih berperan penting dalam perpolitikan internasional dan strategisnya.Uneven Development: hubungan antara ‘Utara dan Selatan’ terkait dengan kepemilikan sumber daya alam dan ‘inequality’ yang mana sejak tahun 1950 telah mikirkan suatu gagasan bahwa untuk menciptakan dunia yang damai, maka negara miskin (Selatan) perlu untuk ‘berkembang’ dan ‘modern(isasi)’, baik dalam konteks ‘human security’, memelihara dan mendukung hegemoni, untuk kepentingan ekonomi Barat, atau untuk aliansi melawan komunisme (Slater, 2004: 57-79); Arts, 1994). Pasca perang dingin, persoalan ‘underdevelopment’ antara Utara-Selatan ini menjadi subyek utama dalam pemikiran geopolitik.                                                                                                      
Pusat persoalan Utara-Selatan terletak pada akses tidak seimbang terhadap sumber daya, sebagaimana juga bentuk dari dominasi Barat, terkait reformasi dan regulasi ekonomi yang mengarah pada perbedaan teori tentang dependensi dan neo-kolonialisme (slater, 2004: 128). Misalnya beberapa aktivitas Amerika Serikat di wilayah Teluk Persia secara langsung berkaitan dengan tatanan geopolitik tersebut, yang mana kebijakan ditujukan untuk mengamankan ekonomi minyak mentah (milik) Barat (Slater, 2004: 191; Agnew, 2002: 158).                   
Konteks geopolitik dalam globalisasi terkait dengan menurunnya kapabilitas negara berkaitan dengan munculnya beragam aktor internaisonal, organisasi dan perusahaan MNC dan TNC (De Pater, Groote, dan Terlouw, 2002: 1680). Contoh realnya ialah ‘Banana Republics’. Terkait dengan konteks ini, terdapat China yang muncul sebagai ‘challenger’ hegemoni baik secara ekonomi dan militer. Terlihat sekali dalam beberapa kasus misalnya ‘Google Security Breached’, propaganda ‘The Internet Freeedom’, kasus Nobel 2010 Liu Xiaobo, dan upaya AS untuk memaksa China mengapresiasi Yuan, menunjukkan bahwa masing-masing blok, utamanya Barat melakukan pendekatan yang sangat hati-hati terhadap China.

Referensi
Cohen, Saul Bernard. 2002. Geopolitics of The World System. London: Rowman and Littlefield Publishers
Flint, Colin. 2007.Introduction to Geopolitics. London: Routledge
Marieke, Peters. 2006.Geopolitics: From European Supremacy to Western Hegemony.
Short, Jhon Rennie. 2002. An Introduction to Geographical Politics.

(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.) 

KASUS LAGU KEBANGSAAN MALAYSIA


Latar Belakang 
Negara Malaysia merupakan negara yang serumpun dengan  Negara Indonesia, dan perbatasannya hanya ditandai dengan patok-patok yang sudah menjadi kesepakatan antar negara. Awalnya hubungan antara Malaysia Indonesia cukup harmonis dan tidak pernah terjadi ketersinggungan antar negara, tetapi akhir akhir ini Malaysia banyak melakukan provokasi, baik di bidang politik, pertahanan maupun social budaya.
Lagu kebangsaan Malaysia yang berjudul Negaraku, saat ini menjadi permasalahan bagi bangsa Indonesia karena lagu tersebut mirip dengan salah satu lagu Indonesia yang berjudul “ Terang Bulan”. Menurut keterangan dari Ruktiningsih selaku pemilik perusahan rekaman Lokananta, lagu tersebut pertama kali dinyanyikan secara koor di Radio Republik Indonesia stasiun Jakarta pada tahun 1956. namun sampai saat ini lagu Terang Bulan tersebut belum diketahui secara pasti siapa sebenarnya penciptanya.
Fakta sejarah membuktikan bahwa lagu tersebut lebih dulu ada dan popular di Indonesia, karena pada tahun 1956 lagu tersebut dipindahkan ke piringan hitam di perusahaan rekaman Lokananta. Antara lagu Terang Bulang dan Lagu  Kebangsaan Malaysia Negaraku , keduanya memiliki kemiripan terutama dalam introduksi, nada dan temponya, sedang  yang berbeda yaitu syair dan komposisi aransemen atau pengiring musiknya. Sedang pada tahun 1957 Malaysia baru menggunakan sebagai Lagu kebangsaan Malaysia yaitu lagu “Negaraku”.
             
Pembatasan Masalah
Munculnya  permasalahan antara Indonesia Malaysia yang terkait dengan berbagai produk maupun kewilayahan perbataan yang akhir-akhir ini di klaim oleh Malaysia,  menunjukkan hubungan Malaysia Indonesia mulai menurun bahkan saling ada kecurigaan, hal ini bisa kita lihat manuver-manuver yang dilakukan Malaysia yang mengarah ke provokasi. Kita sebagai bangsa yang menghargai kemerdekaan perlu berfikir lebih dewasa, dan dapat mengendalikan emosi untuk mencegah atas tindakan yang  kontradiktif yang dilakukan Malaysia, sehingga klaim-klaim yang dilakukan Malaysia terhadap wilayah dan produk-produk Indonesia selalu diupayakan penyelesaian secara diplomasi dan musyawarah.
Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang mencintai perdamaian tetapi lebih mencitai kemerdekaan. Munculnya stetment dari Malaysia yang telah mengklaim bahwa kain batik, reog, tari pendet dan lagu rasa sayang yang dijadikan Malaysia sebagai lagu untuk promosi pariwisata adalah produk Malaysia. Hal ini mendapat kecaman atau reaksi yang keras dari rakyat Indonesia. Kepedulian masyarakat akan karya anak bangsanya ditunjukkan dengan melakukan demo/unjukrasa di depan kantor embassy Malaysia dan pengusiran perwakilan Malaysia di Indonesia.  Dari berbagai tindakan provokasi yang dilakukan oleh Malaysia diatas, disini penulis akan membatasi masalah tentang somasi lagu kebangsaan Malaysia “Negaraku” adalah duplikat lagu Terang Bulan yang dipopulerkan Indonesia sebelum Malaysia merdeka.

Pemecahan Masalah
Somasi Indonesia berkaitan dengan dugaan plagiat lagu kebangsaan Malaysia Negaraku merupakan polemik yang sangat besar, dimana lagu kebangsaan Malaysia “negaraku” diduga menjiplak salah satu lagu milik perusahaan rekaman Lokananta yang berada di Surakarta. Dengan munculnya klaim lagu rasa sayange dan provokasi Malaysia terhadap Indonesia akhir-akhir ini, maka Roy Suryo pakar multimedia mengatakan Lagu Terang bulan sudah dinyanyikan di Indonesia sejak lama, setelah merdeka 1957 Malaysia mengubah lagu tersebut menjadi `Negaraku` dan menjadikannya sebagai lagu kebangsaan Malaysia.  Di Yogyakarta, CyberNews dituliskan bahwa Lagu kebangsaan Malaysia "Negaraku" diduga hasil jiplakan lagu Indonesia berjudul "Terang Bulan" yang dinyanyikan sejak 1930-an.
Hal ini diperkuat pernyataan Ruktiningsih kepala perusahaan rekaman Lokananta surakarta yakin, Lagu Terang Bulan lahir lebih dulu ada sebelum Malaysia memperoleh kemerdekaannya. Lagu tersebut juga telah lama populer, jauh sebelum direkam di stasiun Radio Republik Indonesia Jakarta.
dan dirinya (Ruktiningsih) sudah mengetahui sejak lama adanya dugaan menjiplakan lagu Terang Bulan tersebut oleh Malaysia. Semula, pihaknya hanya berdiam diri dan tidak pernah mempermasalahkan. Sementara itu, Bung Karno yang dahulu tidak memiliki cinderamata untuk Malaya yang akan merdeka (1956) menggunakan Lagu Terang Bulan sebagai cinderamatanya, tetapi bukan untuk di Patentkan.
Lagu Terang Bulan tersebut dipublikasikan pada tahun 1920 dan 1956 untuk kedua kalinya serta baru terkenal di Indonesia Pada tahun 1963-1965. Tapi ada yang menyebut, ada lagu yang bernama "La Rosalie" yang digubah oleh Pierre-Jean de Béranger pada tahun 1888 yang memiliki kesamaan pada intro dan melodi. Secara logika, Si pembuat lagu Terang Bulan mungkin saja membuat lagu sebelum tahun 1888. Karena pada tahun 1920-lah baru dipublikasikan. Jadi, Lagu Terang Bulan bisa jadi lebih dahulu daripada La Rosalie. Di Daerah semenanjung Malaya, pada tahun 20-an sudah populer dahulu lagu Terang Bulan ini. Dan oleh Negeri Perak (Malaya) melodi lagu Terang Bulan dijadikan sebagai lagu kebangsaan Negeri Perak. Dan pada tanggal 5 Agustus 1957, PM Malaya (Tunku Abdul Rahman) memilih dan memutuskan bahwa lagu kebangsaan Malaya (Nama Tua Malaysia) adalah lagu yang memiliki kemiripan / mengambil melodi sepenuhnya dari Lagu negeri Perak. Dan tanggal 31 Agustus 1957, lagu ini dikumandangkan untuk pertama kalinya.
Dengan demikian untuk menjaga harkat dan martabat bangsa, dan melihat nilai persahabatan selama ini antara Indonesia Malaysia, pemerintah Indonesia dengan semangat nasionalisme harus dapat mengusut dan mencari bukti-bukti bahwa lagu kebangsaan Malaysia “Negaraku” apakah benar-benar duplikat atau plagiat dari lagu terang bulan yang sudah pernah  dinyanyikan oleh sebagian rakyat Indonesia khususnya di pulau Jawa dan sudah direkam oleh salah satu radio Indonesia pada tahun 1956.
Menteri kebudayaan dan pariwista serta aparat terkait masalah kebudayaan dengan semangat kebangsaan diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan tersebut diatas yaitu somasi atas lagu kebangsaan Malaysia “Negaraku” apakah lagu Negaraku adalah lagu terang bulan karya anak bangsa Indonesia karena lagu tersebut mempunyai nilai sejarah yang cukup panjang bagi bangsa Indonesia, dan bagaimana cikal bakal lagu Terang Bulan bisa diubah/plagiat menjadi Lagu kebangsaan Malaysia "Negaraku" ini?
Apakah Lagu Negaraku, La Rosalie, dan Malayan Moon menjiplak lagu Terang Bulan, Lagu Keroncong MADE IN INDONESIA?

Penutup

           
Sebelum mengakhiri penulisan makalah ini tentang somasi lagu terang bulan penulis ingin menyimpulkan karena pada zaman kebangkitan Indonesia menuju kemerdekaan, tentu saja orang Indonesia dulu lebih mementingkan proses kemerdekaan daripada sekedar hiburan, sehingga masih simpang siur sejarah lagu Terang Bulan ini. Dengan melihat kemiripan introduksi dari lagu Negaraku, kita tidak boleh hanya melihat satu sisi karena dengan bukti-bukti yang kuat dan benar serta arsip kepemilikan atas karya  anak bangsa Indonesia maka somasi atas lagu kebangsaan Malaysia bisa dinyatakan MADE IN INDONESIA


Sabtu, 22 Februari 2014

SIARAN TV INDONESIA HANCURKAN BANGSA



Sebuah Testimoni. Pagi ini saya sangat gundah, sedih dan kecewa, bahkan sejak berbulan-bulan lalu dan beberapa tahun lalu. Pasalnya saya sudah tidak nafsu lagi menonton TV Indonesia. Kenapa? 

Acara TV Indonesia kini telah jauh dari tujuan penyiaran itu sendiri. Siaran harusnya lebih utama untuk menyebarkan Informasi, pendidikan, pengembangan kebudayaan serta pembelajaran etika, moral dan susila agama. Tetapi saat ini hampir di semua stasiun TV tayangannya 90% murni hiburan. Hiburan yang hanya berupa banyolan tidak jelas arah manfaatnya dan arah tujuannya. Hiburan TV yang hanya menampilkan badut-badut bodoh, tidak rasional dan materialistik. Hiburan yang terus menerus dan monoton akan membuat candu, seperti candu pada narkoba. Pemirsa dibuat terus berfantasi dan berhalusinasi sehingga dia jauh berada dari kehidupan realita yang harus berjuang, bekerja dan bersungguh-sungguh dalam berkehidupan sosial masyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat tidak disuguhkan acara-acara yang cerdas, pembelajaran intelektualitas, budaya bangsa, etika, norma dan susila agama. 

TV memang merupakan media elektronik yang sangat efektif dan paling banyak digunakan masyarakat untuk mendapatkan informasi. Media TV dapat diakses melalui dua indera, yaitu secara visual dan pendengaran mengakibatkan memiliki kelebihan daya tangkap bagi pemirsa. Sayangnya informasi yang ada di televisi sebagian besar adalah mentah, tendensius dan bahkan sampah. Berita dibuat dan disiarkan tidak netral, bermuatan politik, melebih-lebihkan dan bahkan bisa menyesatkan. Kebebasan pers dijadikan senjata untuk melegalisasi semua perbuatan penyiaran tersebut. Stasiun TV hanya sebuah alat kepentingan pemilik modal. Sedangkan masyarakat sebenarnya adalah aset korban bagi produk dan tujuan politiknya.

Acara hiburan TV telah mencekokin masyarakat dengan pornografi, aksi seronok, aib pribadi, gunjingan,  konflik, kekerasan dan kasus-kasus kriminal artis dan pejabat-pejabat negara.selama 24 jam setiap hari-harinya. Siaran tentang perceraian, perselingkuhan, goyang seronok, narkoba, tampilan seksi merangsang, korupsi, suap dan alam ghaib telah jauh mendominasi dari pada siaran ceramah-ceramah keagamaan, siaran daerah perbatasan, siaran penanaman Ideologi Pancasila, siaran tentang bela negara, cinta tanah air dan patriotisme. Jarang sekali ada acara pembelajaran ilmu pengetahuan untuk umum dan mata pelajaran sekolah seperti pada siaran TPI terdahulu. Acara debat di TV nyatanya hanya berjalan sebagai debat kusir yang ngotot dengan kemauan dan pembenaran sendiri jauh dari teori-teori dan logika akademis. Badut-badut bodoh tapi sok pintar itu telah putar balikkan logika sesuai keinginan isi perutnya sehingga masyarakat tambah bingung dan resah.

Paling memprihatinkan adalah acara TV untuk anak-anak. Anak-anaknya harusnya mendapatkan materi siaran yang steriil dan khusus dalam ruang lingkup kehidupan dan pembelajaran anak. Penuh pembelajaran moral, etika dan agama serta pembelajaran intelektualitas. Tetapi nyatanya hampir tidak ada stasiun TV yang cukup untuk memberikan ruang bagi anak-anak. Acara TV saat ini campur aduk tidak ada penggolongan keperuntukan pemirsa dan penyesuaian penempatan waktu tayang. Dampaknya luar biasa, anak-anak tiap hari ikut tersuguhkan siaran-siaran yang sampah, porno, seronok dan badut bodoh tadi. Bayangkan bagaimana perkembangan anak-anak kita ini. Mereka adalah usia keemasan untuk merekam setiap apa yang mereka lihat dan dengar. Mereka adalah aset-aset keluarga dan bangsa ini. Seperti apa mereka nantinya?

Stasiun TV Indonesia hanya dipentingkan dan berorientasi pada infestasi modal dan berorientasi  pada keuntungan materialistik belaka. Mengorbankan moral kehidupan masyarakat dan keroposnya ideologi bangsa. Modal Asing dan pemilik modal yang berorientasi bisnis telah hancurkan semua. Pelan-pelan tapi pasti budaya kita akan jungkir balik, tidak ada orientasi dan jauh dari jati diri bangsa Indonesia. Kebebasan pengembangan seni, budaya saat ini tidak berdasar pada budaya bangsa yang santun dan sopan, tetapi pengembangan budaya yang berorientasi pada keuntungan finansial semata. Orientasinya adalah yang penting laku dijual, entah bagaimana dampaknya bagi  masyarakat itu pemikiran terakhir. Lagu-lagu pop, dandut dll. hanya mengandalkan lirik yang jorok, goyang seronok dan pakaian yang merangsang. Suara bukan modal utama lagi, yang penting adalah heboh, menggoda dan merangsang pemirsa. Tidak ada lagi budaya rasa malu bagi mereka. Seolah karya yang bisa dibuat saat ini tidak jauh-jauh dari alat kelamin. Dan memang hanya alat kelamin saja isi otak mereka saat ini. Jauh dari keagungan dan kesakralan budaya bangsa.

Acara TV juga tidak kreatif. Bisanya hanya menjiplak acara stasiun TV yang lain. Kalau ada acara stasiun TV yang menarik dan diminati banyak pemirsa, buru-buru stasiun TV yang lain membuat acara yang mirip atau serupa. Sungguh sesuatu plagiator besar, bisanya hanya ikut-ikutan. Akibatnya di semua stasiun TV acaranya hampir sama. Sungguh membosankan dan memuakkan. Ketidakcerdasan dan penjiplakan juga di lakukan terhadap acara-acara TV luar negeri yang dianggapnya bagus dan laku bila dibuat mirip di Indonesia.

Rasa Nasionalisme Bangsa saat ini sangat memprihatinkan. Masyarakat saat ini sudah jarang sekali mendapatkan pencerahan, pembinaan yang secara luas melalui acara-acara TV. Tidak ada lagi film perjuangan, tidak ada lagi pidato-pidato pimpinan yang dapat bangkitkan semangat kebangsaan, tidak ada lagi pembelajaran ideologi Pancasila. Sangat minim kalu itupun ada, bukan prioritas. Kenapa? karena tidak ada nilai komersialnya.

Banyaknya perilaku yang buruk dan amoral masyarakat dan pejabat saat ini adalah akibat lemahnya pembinaan moral, etika dan susila agama. Diperburuk lagi dengan siaran yang tidak cerdas dan sampah setiap harinya. Membuat masyarakat Indonesia sebagai masyarakat penggunjing. Masyarakat menganggap hidup ini hanya banyolan, lawakan, tidak serius dan semua perbuatan seronok, tidak sopan dan amoral itu suatu yang biasa. Bahkan dianggap sebagai budaya baru. Para pelajar, mahasiswa, pegawai, dan pejabat menganggap semua urusannya, tugas-tugas belajar, kantor, pekerjaan hanyalah banyolan, main-main dan tidak serius. Menirukan gaya acara TV yang setiap hari mereka tonton. Remaja Putri hanya berfantasi dan berhayal bisa memiliki barang yang serba mewah; pakaian, perhiasan, rumah dan mobil seperti yang mereka lihat pada gaya hidup sinetron TV. Akhirnya mereka terjebak pada pelacuran terselubung hanya untuk memenuhi fantasi mewahnya tersebut. Semua akhirnya berakhir pada pola hidup Hedonisme. Hidup yang hanya berorientasi pada kepemilikan harta benda dan konsumtif.

Membuat saya lebih resah adalah di mana sebenarnya peran negara. Negara seolah membiarkan masalah ini terus terjadi bertahun-tahun. Tidak ada perubahan kebijakan untuk mengontrol siaran TV Indonesia ini. Apa gunanya kementerian dan lembaga siaran kalau tidak bekerja ataupun mampu mengontrol arus informasi di TV. Seolah takut memberlakukan sensor dan pencekalan siaran. Sensor hanya sebuah slogan belaka. Manajemen siaran TV Indonesia sangat amburadul. Ingatlah bahwa Acara TV ditonton oleh ratusan juta masyarakat Indonesia di seluruh tanah air. Jangan sampai siaran TV menjadi alat pembusukan masyarakat dan negara dari dalam. Masyarakat, khususnya usia produktif dan anak-anak merupaka aset bangsa masa depan. Jangan hancurkan mereka dengan siaran-siaran TV yang sampah, seronok, irasional dan bodoh tersebut. Berpikirlah cerdas dan rasa Nasionalisme yang tinggi. Semua adalah untuk keberlangsungan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai.

REKOMENDASI

Dari keresahan tersebut maka rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah melalui organnya harus dapat mengontrol acara TV sehingga bermanfaat bagi intelektualitas, moral, etika dan susila masyarakat serta terhindar dari tayangan seronok, pornografi, manipulasi, banyolan yang berlebihan, kekerasan, magis dan acara sampah.
2. Memberikan pembinaan bagi manajemen stasiun TV agar berpihak terhadap kepentingan pencerahan dan pembinaan masyarakat, Nasionalisme dan tidak mengutamakan orientasi keuntungan modal / finansial.
3. Memberikan pembinaan dan kesadaran bagi seniman untuk membuat karya seni yang bermartabat, berbudaya bangsa dan nilai karya yang tinggi untuk kemuliaan derajat manusia. Tidak hanya mengejar karya instan yang berorientasi pada keuntungan finansial belaka.
4. Adanya kebijakan pembagian spesialisasi penyiaran acara TV Indonesia sesuai bidang dan keperuntukannya. Mesuai umur dan golongan pemirsa, misalnya stasiun TV yang khusus berorientasi menyiarkan berita, teknologi, pengetahuan, budaya, keagamaan, politik, ekonomi, atau dunia anak-anak.
5. Penonton diharapkan lebih cerdas dan selektif dalam memilih acara TV yang bermanfaat, menjauhkan diri dari acara yang seronok, sampah dan bodoh serta mengarahkan, mendampingi anak-anak pada saat menonton acara di TV.

(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)

Kamis, 20 Februari 2014

FORMATION OF A TERRORIST NETWORK SOLO, INDONESIA

Jamaah Islamiyah Paramilitary Training

INTRODUCTION

Terrorism sounded so thrilling and scary as the action of post are always discussed in all mass media. The impact besides fear itself is a loss of life and property that is priceless.The root of the problem of terrorism is important to uncover for proper prevention and countermeasures against terrorism. Understanding of terrorism requires a long process, as also the process of how the terrorism itself. To understand where the required search of origins and causes the formation of terrorism. There are many forms of terrorism, but its focuses on how terrorist networks Solo, Indonesia. Solo have been terrorist network is the largest network in Indonesia, which has connectivity in various countries and nearly all acts of terrorism in Indonesia is connected to this network. 
  
To understand how the process of formation and what the root of the problem on the Solo terrorist networks, it is also necessary to know the characteristics of the network. Characteristics of terrorist groups will influence the actions to be performed and the determination of the target. Although centered in Solo, but terrorism can not be restricted geographically. The actions can be planned and carried out done outside of Solo. Solo used as a study area because the city is much linked to terrorism and even often referred to as a terrorist.

FORMATION OF TERRORIST NETWORK 

Solo terrorist network formed originated from an association with the West Java Darul Islam that some of its members escape to Solo. The escapees then interact with the character of Solo Darul Islam, Abdullah Sungkar and Abu Bakar Ba’ashir and the founder and leader of Al Mukmin boarding school, Ngruki. Al Mukmin used as cover as a hiding place and consolidation Darul Islam movement. Strong pressure from the New Order government forced the Darul Islam movement with usroh change strategy. 

Some leaders and cadres in Solo, including Abdullah Sungkar and Abu Bakar Ba’ashir did escape to Malaysia. In Malaysia these two men managed to garner support for sending members of the Darul Islam paramilitary training in Afghanistan. Most of them are from members of the group usroh. Both also managed to establish a boarding school as a means of distributing Lukmanul Hakim ideology. Disputes in the body of the Darul Islam to breakdown. Sungkar and Ba'asyir then out of the Darul Islam and founded the Jemaah Islamiyah ( JI ) as a forum for the graduate training of Afghanistan.
 
The political changes in the country with the fall of the New Order Era Reformation and changed into one of the factors that encourage the formation of networks of Solo. During the Reformation Era usroh groups previously prone to be brave appear on the surface, with transformed into a radical Islamic groups in various regions. In Solo is the most widely grown radical Islamic groups. 
  
Political change in Malaysia and then so hard to crush radical Islamic movement including close Lukmanul Hakim boarding school , as well as factors affecting Abdullah Sungkar and Abu Bakar Ba’ashir decided to return to Indonesia (Solo). The establishment of the Islamic Movement Jamaa'ah also largely go into Indonesia melt in radical Islamic groups.
  
But after the death of Abdullah Sungkar and amir of JI position held by Abu Bakar Ba’ashir, the JI members assess Ba’ashir 's leadership is too weak. Moreover, Ba’ashir then became distracted because amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) and Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). JI members were not satisfied with the leadership of Ba’ashir then perform its own movement outside the full control of JI. Formed terrorist groups which are splinter of JI, undergo a separate movement spawned acts of terrorism in the country and is also involved in the conflict in Ambon, North Maluku and Poso.

In Solo terrorist network continues to grow, though the old network groups already uncovered a lot and rolled Detachment 88. The new group appears again. The new group is a group of them Farhan (Abu Musab Al Zarqawi, Al Indonesiy), Thoriq group (Al Qaeda Indonesia) and the Abu Hanifa (Halaqah Sunni for Indonesian Society). Although these new groups are still linked the old network. Members of the old network has continued to seek to regeneration and guidance through the recruitment of new members, most of whom came from members of radical Islamic groups and alumni of Al Mukmin boarding school, Ngruki in Solo.

CAUSES OF TERRORISM

The causes of terrorism are divided into the causes of network Solo Primary, secondary and tertiary. The primary cause of the problem is the main cause of social inequalities both global and national politics. The main problem is the global hegemony of the West and oppressed Muslim countries in the Middle East. While national issues related to the application of Islamic law conflict, religious conflict and contention failed state with an indication of widespread corruption, chaotic law enforcement and management of natural resources so that many foreign-controlled failed welfare of the people. 

For a terrorist group action is a form of resistance and protest to these problems. As terrorism as a form of asymmetric warfare is warfare power unbalanced. Small force against a large force, then the terrorists using secondary sphere as support force. Secondary scope is an emotional relationship religious (Islamic) raised. Incidentally scope of terrorist religion and the problems encountered are related to Islam. Therefore, terrorists use religion to gain sympathetic and mobilizing movements. Justification and the language that is used as if it was based on the verses of the Qur'an and Hadith.

Finally, the cause of the tertiary is not a direct cause, but it can amplify environmental causes such as primary and secondary; culture, poverty, desire for revenge, the influence of the media, religious education, the influence of books and movies.

TERRORIST NETWORK CHARACTERISTICS SOLO


Network characteristics Solo new terrorist groups are relatively the same as the old group, which has a purpose that is politically motivated ; show the existence, fighting for Islam ideology, as well as resistance to power and authority. In addition to the tools and methods used are very similar. The difference is that the new group is still premature, in the sense of not having control of mature techniques and strategies such as the old group. The new group just getting paramilitary training in brief and limited in the local practice area of their seniors. Unlike the old networking group who received direct training in Afghanistan and the Philippines with the facilities, instructors and long time.

Average new group is a small group with members that bit. Organizational form itself is not raw (Organization Without Form) and some even do not have leadership. They are only united by a common purpose and conviction. Members of the terrorist group in Solo comes from radical Islamic groups locally or often called Laskar Jihad group. In addition, based Al Mukmin Boarding School , Ngruki. 

Linkage Al Mukmin is the number of members, even leaders of the group that later became the Army terrorist group are alumni students. Effect of Al Mukmin in the surrounding area is evidenced by village mosques mastered by the group Laskar and then used as the headquarters activities. The spread of radical Islamic ideology is done by way of hard study groups are often filled by a cleric Al Mukmin. In addition the students at Al Mukmin Boarding School also taught about the Islamic teachings regarding the practice of jihad particularly hard.

The new group is more police as a target makes its actions. The shift from the previous target more putting foreign objects is due to the desire for revenge against the police who often use violence against his friends. In addition it is also regarded as a barrier to police his actions. 

Recruitment of new members by the group's terrorist network directed at Solo many young children. Recruitment is done through; boarding school education, lectures, study groups, school organizations, youth organizations, student organizations, friendship and brotherly relations. Solo group member's terrorist network that consists of many young children. To found funding sources to perform an action, terrorist networks Solo group has developed a new way is by doing Hacking cybercrime. This crime has secured billions of dollars and used to finance bombings and paramilitary training. But it is also still perform conventional ways; fa'i or robbery, foreign donors, donation and charity.

Weapons used were obtained from the results of contraband, spoils and assemble themselves. The new group has also developed weapons that are used for the action. Among them using magic com bomb, 3 kg gas cylinder bombs, bombs with broken pieces of metal and develop toxic chemicals. Ability acquired by training bomb by friends or seniors and learn to use manual handwritten hereditary.



( Fajar Purwawidada, MH., M.Sc. )