Jumat, 31 Januari 2014

STRATEGI TERORIS INDONESIA


STRATEGI TERORIS


Aksi terorisme bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan dan menegakkan Daulah Islam. Strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1.  Kelompok teroris melakukan aksi perampokan (fa’i) untuk membiayai operasional organisasinya dan membangun militer yang kuat dengan pelatihan  dan pembelian senjata api.

2. Melakukan aksi terorisme dengan peledakan bom dan pembunuhan diam-diam terhadap sasaran selektif.

3. Aksi terorisme diharapkan menjadikan masyarakat panik dan timbul kekacauan atau konflik (chaos) seperti di Ambon, Maluku Utara dan Poso.

4. Melakukan gerilya melakukan serangan terhadap pos polisi / militer. Serangan tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan deligitimasi wibawa pemerintah, sehingga mereka dapat terus melakukan rekrutmen anggota yang lebih luas dan dapat menarik dukungan publik.

5. Melakukan gerilya kota dan hutan, serangan teror makin insentif seperti yang terjadi di irak, Afganistan dan Pakistan.

6. Menarik jaringan internasional masuk jihad di Indonesia

7. Mengambil  alih kekuasaan dan tegakkan Daulah Islam.


KELOMPOK PELAKU TERORIS


Kelompok pelaku terorisme di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

1.  Gerakan Separatis (Gerakan Aceh Merdeka /GAM)

Tujuan serangan yang dilakukan untuk menimbulkan kekacauan dan menyebabkan ketidakstabilan NKRI.

Targetnya adalah bangunan pemerintah, instalasi-instalasi penting, wilayah umum dan pusat belanja.

2.  Kelompok lain dengan alasan-alasan yang bersifat insividu.

Targetnya adalah orang-orang atau bangunan dengan alasan pembalasan dendam yang berkenaan dengan permasalahan individu.

3. Kelompok Islam Radikal (Jamaah Islamiyah)

JI dibentuk oleh Abdullah Sungkar di Malaysia, lalu dilanjutkan oleh Abu Bakar Ba’asyir. Sering didefinisikan sebagai organisasi militant Islam di Asia Tenggara.

Tujuannya untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) yang mencakup Indonesia, Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia, Thailand dan Filipina. Pemerintah Amerika Serikat menggap JI sebagai organisasi teroris.

Target mereka dilgolongkan menjadi dua, yaitu target sulit dan target lembut. Target sulit berupa; tempat ibadah, gedung-gedung, perkantoran, kantor, kedutaan. Sedangkan target lembut; tempat-tempat public, pusat belanja, hotel-hotel, kelap malam dan gedung-gedung / kedutaan dengan koneksi-konesi Amerika.

Wilayah Operasi dibagi menjadi empat wilayah (Mantiqi), yaitu:

1. Mantiqi Ula / I : Singapura dan Malaysia. Pemimpin Hambali yang kemudian beralih ke Muklas.

2. Mantiqi Sani / II : Konflik area perlindungan bagian perlindungan dari Indonesia. Dipimpin Abu Irsyad.

3. Mantiqi Thalid / III : Selatan Filipina. Dipimpin Mohnasir.

4. Mantiqi Ukhrol / IV : Australia. Dipimpin Abd Rohmi Ayub.


A N A L I S I S


Strategi gerakan teroris telah direncanakan dengan sistematis dan simultan. Mereka memandang yang terpenting adalah dukungan dana, selain ideology yang diyakininya. Tanpa dukungan dana yang kuat maka semua strategi yang direncanakan tidak akan dapat diaplikasikan. Sehingga upaya-upaya pengumpulan dana termasuk dengan perampokan (fa’i) demikian gencar dilakukan. Teror yang mereka lakukan diharapkan dapat menciptakan konflik seperti di Ambon, Maluku Utara dan Poso. Dengan kondisi seperti itu maka mereka mendapatkan lahan untuk berjihad. 


Muara dari seluruh gerakan teroris dan Islam radikal dapat dipastikan bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan mereka tidak akan ada hentinya meskipun jaringan mereka  telah dibongkar dan terjadi banyak penangkapan anggota kelompoknya. Selama ideology mereka masih hidup maka regenerasi akan terus berlanjut. Sumber ideology teroris berasal dari ideology Islam radikal yang bersumber dari pesantren-pesantren Salafy. 


Dengan ada ribuan santri dan lulusan pesantren Salafy maka dapat dibayangkan begitu banyaknya bahan baku anggota teroris. Mereka yang telah terdoktrin dengan ajaran Salafy / puritan / wahabbi yang menuntut pemurnian dengan menolak asimilasi budaya lokal akan mudah mengkafirkan orang lain yang bukan kelompoknya. Mereka selalu berpendapat bahwa kelompok dan ajarannyalah yang paling benar, sedangkan kelompok lain salah, sesat, syirik dan kafir (thogut). Pengkafiran akan berujung pada penyerangan dan pembunuhan karena dianggap bahwa darahnya kafir adalah halal.


(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)



Kamis, 30 Januari 2014

KELOMPOK TERORIS DAYAT




KASUS

Pada 31 Desember 2013 terjadi penyergapan terhadap kelompok teroris di sebuah rumah kontrakan di Gg. Haji Hasan, Jalan KH. Dewantoro, RT. 04/RW.07, Kelurahan Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan,  Banten. Penyergapan dimulai pukul 20.00 WIB dan berlangsung selama 10 jam. Merupakan hasil pengembangan dari penangkapan Anton di sebuah warnet di desa Alasmalang, Banyumas pada 31 Desember 2013 pukul 14.00 WIB. 


Anton alias Septi (25) beserta anggota kelompoknya 4 orang melakukan perampokan di sebuah bank di Jalan Korelet, Panongan, Kabupaten Tangerang. Mereka berhasil merampas uang Rp. 570 juta. Untuk menghilangkan jejaknya, mereka merusak rekaman CCTV. Diduga selain untuk kebutuhan sehari-hari, hasil perampokan tersebut (fa’i) digunakan untuk pengumpulan dana yang akan digunakan membiayai aksi terorisme. Anton dan teman-temannya bersembunyi di kontrakan di Kampung sawah, Ciputat, Tangerang Selatan. Di sini uang hasil perampokan dibagi-bagi. Sambil membawa uang perampokan Rp 90 juta, Anton kemudian pulang ke Banyumas untuk bertemu istrinya yang sedang hamil, Sifa Al Islam.


Setelah Anton berhasil ditangkap di Alasmalang, Banyumas kemudian berdasarkan keterangannya kemudian disergap kelompok Dayat di Kampung Sawah Ciputat. Hasil dari penyergapan tersebut mengakibatkan 6 dari 7 teroris tewas ditembak mati. Teroris yang tewas adalah: Nurul Haq alias Dirman, Oji alias Tomo, Dayat alias Daeng, Rizal aliasTeguh, Hendi Albar dan Edo alias Amril.


Barang bukti yang diperoleh dari penyergapan yaitu berupa; 

  •         6 motor diduga hasil kejahatan,
  • ·         6 senjata api,
  • ·         5 golok,
  • .       Bahan kimia; potasiu, black powder, urea dan swiching elektronik.
  • ·         6 bom pipa,
  • ·         Uang tunai Rp. 200 juta dalam tiga tas besar,
  • ·         Print out daftar wihara yang jadi target serangan,
  • ·         Sejumlah buku tentang jihad
Sedangkan aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok Dayat adalah:
  • ·         Peledakan wihara di Jakarta Barat,
  • ·         Perampokan sejumlah toko emas,
  • ·         Perampokan bank di Tangerang,
  • ·         Penembakan anggota polisi di Cirendeu, Pondok Aren,
  • ·         Teror bom pipa di sebuah Warteg, Tangerang,
  • ·         Perampasan motor.

Jaringan kelompok Dayat masih terhubung dengan kelompok-kelompok teroris yang lain, baik yang baru ataupun kelanjutan dari jaringan kelompok lama. Jaringan kelompok tersebut merupakan simpul-simpul atau sel yang saling terkait dan memperkuat.


JARINGAN KELOMPOK DAYAT


1.  NOORDIN M. TOP

Masih merupakan sel lanjutan dari kelompok Noordin M. Top yang tewas pada saat penyergapan pada 17 September 2009 di Solo. Noordin bersama Dr. Azahari pernah menjadi murid Abu Bakar Ba’asyir.


2.  ABU ROBAN

Kelompok Abu Roban dikenal sebagai Mujahidin Indonesia Barat. Kelompok ini berperan untuk pengumpulan dana/kekayaan dengan cara merampok (fa’i) dan merampas. Kemudian dana hasil kejahatan tersebut diserahkan ke kelompok Santoso di Poso. Abu Roban tewas pada saat penyergapan di Batang, Jawa Tengah pada Mei 2013.


3.  SANTOSO

Dikenal dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Santoso merupakan pimpinan dan instruktur pelatihan paramiliter kelompok teroris di berbagai tempat termasuk melatih kelompok Farhan di Gunung Merbabu pada 2012. Dia membuka pusat pelatihan calon Mujahid di Gunung Biru, Tamanjeka, Poso. Santoso merupan dalang dari 20 kelompok teroris dan buron teroris kelas wahid saat ini.


4.  FADLI SADAMA

Dikenal sebagai jaringan teroris internasional. Akstivitasnya lebih banyak di Aceh dan Medan. Terlibat kasus perampokan Bank CIMB Medan pada 2010 dan bank di Aceh. Fadli terkait teror Bom Bali I (Amrozi, Ali Ghufron, Imam Samudra). Terlibat pengeboman Hotel JW Marriott pada 2003. Ditangkap di Malaysia pada 2010. Pada 11 Juli 2013 sempat melarikan diri dari LP Tanjung Gusta Medan. Berhasil di tangkap kembali di Malaysia.


5.  BADRI HARTONO

Badri adalah pimpinan Al Qaeda Indonesia yang terkait Osama bin Laden. Ahli dalam merakit bom yang didapatkan dari Dr. Azahari. Terlibat pelatihan teroris di Solo dan ditangkap pada 22 September 2012.


6.  DAYAT

Merupakan jaringan Badri Hartono. Dayat sebagai pimpinan kelompok teroris Ciputat. Terlibat sebagai eksekutor penembakan polisi di Pondok Aren dan Bom Vihara Ekayana.


7.  ANTON

Kelompok Anton terlibat pengeroyokan dua polisi di Jonggol dan perencanaan perampokan bank di Cileungsi. Selain itu keterlibatan dalam kegiatan terorisme yaitu; Ikut pelatihan membuat bom di sebuah Ponpes di Tasikmalaya, belajar membuat bom dengan kelompok Badri di Solo, terlibat pembuatan bom dengan kelompok Bojong, penghubung kelompok Bojong dengan kelompok Solo, Peletak bom di Vihara Ekayana bersama Nurul Haq, otak di balik penembakan polisi di Pondok Aren dan pelaksana perampokan sebuah bank di Panongan dan pembawa bom di warteg Panongan.



ANALISIS


Kelompok Dayat hanya salah satu dari simpul jaringan teroris Indonesia yang baru terungkap. Masih banyak lagi simpul-simpul / sel yang belum terungkap. Tetapi dengan terbongkarnya jaringan kelompok Dayat ini akan dapat menemukan jalan untuk membongkar jaringan-jaringan kelompok terois lain yang lebih luas. Sama halnya dengan kelompok Abu Roban, kelompok Dayat memiliki tugas peranan untuk mengumpulkan uang / kekayaan yang dapat digunakan membiayai kekgiatan kelompok teroris jaringannya. 

Tetapi dengan terungkapnya fakta adanya pembagian hasil perampokan bagi para pelakunya maka membuktikan bahwa aksi fa’i / perampokan yang dilakukan semata-mata bukan bertujuan untuk perjuangan menegakkan syari’at Islam (NII) tetapi saat ini aksi terorisme sudah dijadikan sebagai jalan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, yaitu berupa financial. Kemurnian cita-cita kelompok teroris sudah mulai berubah orientasinya. Hal ini memungkinkan karena sebagian besar kelompok terorisme adalah orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap (pengangguran). Sehingga aksi perampokan tersebut dapat menopang kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Fakta ini juga pernah terjadi pada mantan anggota kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Meskipun MOU perdamaian sudah dilakukan, mereka tetap terus bergerilya di hutan-hutan dan tidak patuh perintah Komandannya untuk menyerahkan diri. Pilihan mereka tetap bergerilya di hutan-hutan karena agar mereka dapat terus melakukan kekerasan dan perampokan terhadap rakyat agar mendapatkan kekayaan untuk kebutuhan hidup mereka. Kondisi damai membuat mereka akan kelaparan, karena mereka tidak memiliki keahlian lain (pekerjaan) selain memegang senjata. Jadi saat ini kelompok teroris di Indonesia sudah abu-abu. Dalam arti ideology yang mereka pegang selama ini sudah mulai bergeser bercampur dengan materialistik. Bercampur antara tindak pidana terorisme dengan tindak pidana biasa, karena motif mereka semakin kacau; antara jihad dan uang.


Target teroris untuk jangka waktu kedepan masih berkisar pada sasaran polisi, Amerika dan kelompok Budha. Serangan terhadap anggota polisi akan terus terjadi karena ini merupakan doktrin dan strategi aksi mereka. Polisi dianggap thogut yang menghalangi aksi, tujuan dan telah banyak menzolimi ikhwan mereka. Target instalasi dan orang Amerika / Sekutu merupakan sasaran lama, sedangkan target Budha merupakan sasaran baru beberapa tahun ini karena terkait pembantaian umat Muslim Rohyang di Myanmar. Sedangkan aksi perampokan akan terus dilaukan terhadap target bank, nasabah bank dan toko emas karena saat ini satu-satunya cara yang paling mudah mendapatkan uang dengan jumlah besar adalah melalui perampokan. Aksi terorisme besar akan dan mungkin sudah direncanaka hanya tinggal menunggu waktu dan dana untuk mensupport aksi tersebut. Aksi besar membutuhkan dukungan dana yang besar. Oleh karena itu aksi perampokan yang gencar dilakukan oleh kelompok teroris belakangan ini merupakan indikasi adanya rencana aksi besar teroris tersebut. Hanya saja belum dapat diidentifikasi kapan dan apa yang akan dijadikan targetnya. 


Fakta dengan ditemukan banyak senjata api dan bahan peledak pada saat penyergapan teroris membuktikan bahwa peredaran senjata api dan bahan peledak di masyarakat sangat banyak. Senjata-senjata tersebut merupakan hasil penyelundupan dari luar negeri khususnya Filipina yang masuk melalui jalur perbatasan Nunukan, Kalimantan Timur yang kemudian di edarkan ke berbagai daerah diantaranya Solo, Cirebon, Bogor dan Jakarta. Selain itu itensitas pembelajaran merakit bom sangat tinggi melalui pembelajaran otodidak dari manual catatan tangan yang turun-temurun atau download dari internet. Bahan- bahan peledak untuk merakit bom tersebut dapat diperoleh dari bahan lokal yang dijual di toko bahan kimia. Oleh karena itu untuk pencegahan pengembangan jaringan dan aksi terorisme di Indonesia perlu adanya pengawasan ketat, razia terhadap peredaran senjata api dan bahan-bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan bom serta meningkatkan pengamanan obyek vital untuk mencegah perampokan.

(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)