Solo seringkali
dikaitkan dengan aksi-aksi terorisme di Indonesia. Keberadaan Ponpes Al Mukmin
di Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo dianggap sebagai basis terorisme yang
menyebarkan ideologi jihadis. Ponpes ini memiliki santri dan santriwati ribuan
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Di Ngruki ini tinggal Abu Bakar
Ba’asyir seorang tokoh agama Islam yang sering dikait-kaitkan dengan kelompok Jamaah Islamiyah. Abu Bakar Ba’asyir
yang saat ini menjalani hukuman penjara di Nusakambangan dianggap sebagai
pendiri dan sekaligus amir JI. Dimana
jaringannya seringkali melakukan aksi terorisme.
Di Solo
daerah-daerah yang menjadi basis pengaruh dari Ponpes Al Mukmin adalah di
sekitar Grogol, Laweyan, dan Serengan. Di daerah tersebut juga sebagai markas
laskar-laskar jihad seperti : Tim Hisbah, LUIS, JAT, FPIS, FKAM dan lain-lain.
Kelompok-kelompok laskar tersebut hampir memiliki visi dan misi yang sama yaitu
menegakkan syari’at Islam dan memerangi kemaksiatan. Mereka sering melakukan
aksi sweeping di berbagai tempat
hiburan. Aksi tersebut tidak jarang berakhir dengan bentrokan, pengrusakan dan
kekerasan. Kelompok-kelompok ini sering disebut sebagai kelompok Islam radikal.
Mahasiswa di Solo sudah banyak yang dibina teroris melalui gerakan radikal dengan pintu masuk organisasi dakwah. Solo juga sering dijadikan tempat persembunyian bagi para teroris, terbukti dengan ditangkapnya beberapa teroris di Solo banyak kasus yang berkaitan dengan aksi terorisme yang terjadi di wilayah tersebut. Banyak pelaku, anggota jaringan teroris yang tertangkap dan bahkan terbunuh dalam penyergapan di Solo. Diantaranya adalah gembong teroris Noordin M Top beserta tiga teroris lainnya (Ario Sudarso alias Suparjo Dwi Anggoro alias Aji alias Dayat alias Mistam Husamudin, Adib alias Susilo, dan Urwah alias Bagus Budi Pranoto) pada tanggal 17 September 2009, setelah pengepungan dan aksi baku tembak yang terjadi di Kampung Kepuhsari, Mojosongo, Jebres, Solo, Jawa Tengah yang dilakukan Tim Densus 88. Pada tanggal 13 Mei 2010 Densus 88 menggerebek sebuah bengkel yang digunakan sebagai sarang teroris di Dusun Gondang, RT 03/ RW 06, Desa Bakipandean, Kecamatan Baki, Kabupatan Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah. Selain itu pada tanggal 14 Mei 2011 polisi juga telah menembak mati Sigit Qurdhowi (Amir Tim Hisbah) dan Hendro di Jalan Pelajar Pejuang, Kecamatan Cemani, Solo dan menangkap Edi T alias Edi Jablay, Ari Budi alias Abas alias Irwan, Hari Budiarto alias Nobita, dan Aripin Haryono yang diduga mengetahui dan terlibat dalam kasus Bom Cirebon. Aksi terorisme di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, di Jalan Arif Rachman Hakim, Solo pada tanggal 25 September 2011 yang merupakan bom bunuh diri. Aksi tersebut mengakibatkan 1 orang tewas dan 22 orang mengalami luka-luka. Beberapa contoh kasus terorisme di Solo tersebut dapat menunjukkan bahwa Solo merupakan wilayah yang memiliki potensi besar terhadap ancaman aksi terorisme.
Tetapi kemudian pada 2012 terbongkar jaringan-jaringan kelompok teroris baru di Solo yaitu; Kelompok Farhan, Kelompok Muhammad Thoriq dan Kelompok Abu Hanifa. Kelompok-kelompok ini memiliki garis perjuangan yang sama yaitu tegaknya syari'at Islam, dan memerangi kemaksiatan. Kelompok Farhan memiliki nama Abu Musab Al Zarqawi Al Indonesiy melakukan aksinya; pada 17 Agustus 2012 melakukan penembakan pos pengamanan lebaran di Gemblengan, Pasar Kliwon, Solo. Aksi mengakibatkan dua polisi mengalami luka tembak. Pada 19 Agustus 2012 melakukan pelemparan granat di pos pengamanan lebaran di Bunderan Gladag, Solo. Tidak ada korban dalam serangan tersebut. Pada 30 Agustus 2012 melakukan penembakan di pos polisi Plasa Singosaren, Solo. Penembakan tersebut mengakibatkan satu polisi, Bripka Dwi Data Subekti tewas.
Mahasiswa di Solo sudah banyak yang dibina teroris melalui gerakan radikal dengan pintu masuk organisasi dakwah. Solo juga sering dijadikan tempat persembunyian bagi para teroris, terbukti dengan ditangkapnya beberapa teroris di Solo banyak kasus yang berkaitan dengan aksi terorisme yang terjadi di wilayah tersebut. Banyak pelaku, anggota jaringan teroris yang tertangkap dan bahkan terbunuh dalam penyergapan di Solo. Diantaranya adalah gembong teroris Noordin M Top beserta tiga teroris lainnya (Ario Sudarso alias Suparjo Dwi Anggoro alias Aji alias Dayat alias Mistam Husamudin, Adib alias Susilo, dan Urwah alias Bagus Budi Pranoto) pada tanggal 17 September 2009, setelah pengepungan dan aksi baku tembak yang terjadi di Kampung Kepuhsari, Mojosongo, Jebres, Solo, Jawa Tengah yang dilakukan Tim Densus 88. Pada tanggal 13 Mei 2010 Densus 88 menggerebek sebuah bengkel yang digunakan sebagai sarang teroris di Dusun Gondang, RT 03/ RW 06, Desa Bakipandean, Kecamatan Baki, Kabupatan Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah. Selain itu pada tanggal 14 Mei 2011 polisi juga telah menembak mati Sigit Qurdhowi (Amir Tim Hisbah) dan Hendro di Jalan Pelajar Pejuang, Kecamatan Cemani, Solo dan menangkap Edi T alias Edi Jablay, Ari Budi alias Abas alias Irwan, Hari Budiarto alias Nobita, dan Aripin Haryono yang diduga mengetahui dan terlibat dalam kasus Bom Cirebon. Aksi terorisme di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, di Jalan Arif Rachman Hakim, Solo pada tanggal 25 September 2011 yang merupakan bom bunuh diri. Aksi tersebut mengakibatkan 1 orang tewas dan 22 orang mengalami luka-luka. Beberapa contoh kasus terorisme di Solo tersebut dapat menunjukkan bahwa Solo merupakan wilayah yang memiliki potensi besar terhadap ancaman aksi terorisme.
Tetapi kemudian pada 2012 terbongkar jaringan-jaringan kelompok teroris baru di Solo yaitu; Kelompok Farhan, Kelompok Muhammad Thoriq dan Kelompok Abu Hanifa. Kelompok-kelompok ini memiliki garis perjuangan yang sama yaitu tegaknya syari'at Islam, dan memerangi kemaksiatan. Kelompok Farhan memiliki nama Abu Musab Al Zarqawi Al Indonesiy melakukan aksinya; pada 17 Agustus 2012 melakukan penembakan pos pengamanan lebaran di Gemblengan, Pasar Kliwon, Solo. Aksi mengakibatkan dua polisi mengalami luka tembak. Pada 19 Agustus 2012 melakukan pelemparan granat di pos pengamanan lebaran di Bunderan Gladag, Solo. Tidak ada korban dalam serangan tersebut. Pada 30 Agustus 2012 melakukan penembakan di pos polisi Plasa Singosaren, Solo. Penembakan tersebut mengakibatkan satu polisi, Bripka Dwi Data Subekti tewas.
Kelompok Muhammad Thoriq memiliki nama Al Qaeda Indonesia .
Densus 88 berhasil melakukan penyergapan di Solo pada 22 September 2012 dan berhasil
menangkap sembilan orang dan pada 23 September 2012 berhasil
menangkap satu anggota kelompok ini. Selain itu di tempat penyergapan.
Kelompok Abu Hanifah selain di Solo juga memiliki jaringan di Madiun, Bogor dan Jakarta. Nama kelompok ini adalah Halaqah Sunni untuk Masyarakat Indonesia (Hasmi). Kelompok dipimpin oleh salah seorang pengikut Sigit Qurdhawi Tim Hisbah yang ingin terus aktif melakukan aksi-aksinya setelah Sigit Qurdhawi tertembak mati. Sasaran utama dari aksinya adalah personel atau instalasi aparat kepolisian dan presentasi Amerika.
Kelompok Abu Hanifah selain di Solo juga memiliki jaringan di Madiun, Bogor dan Jakarta. Nama kelompok ini adalah Halaqah Sunni untuk Masyarakat Indonesia (Hasmi). Kelompok dipimpin oleh salah seorang pengikut Sigit Qurdhawi Tim Hisbah yang ingin terus aktif melakukan aksi-aksinya setelah Sigit Qurdhawi tertembak mati. Sasaran utama dari aksinya adalah personel atau instalasi aparat kepolisian dan presentasi Amerika.
(Fajar Purwawidada, MH, M.Sc.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar