JARINGAN KELOMPOK MUJAHIDIN INDONESIA BARAT |
Kelompok Teroris Mujahidin Barat dipimpin oleh Abu Roban
alias Amat Untung Hidayat, warga asal Desa Timbang, Kecamatan Banyuputih,
Kabupaten Batang. Kelompok ini merupakan jaringan penerus kelompok Abu Umar
alias Muhammad Ichwan alias Abdullah alias Indra Kusuma alias Andi Yunus alias
Nico Salman. Abu Umar ditangkap di Bogor pada 4 Juli 2011. Abu Umar merupakan
aktivis Negara Islam Indonesia (NII). Abu Umur terlibat aksi penyerangan
terhadap Menteri Pertahanan era Gus Dur, Matori Abdul Jalil. Dia juga melakukan
rencana menyerang Kedutaan Besar Singapura di Jakarta. Kelompok Abu Umar juga
terkait kelompok Nur Hidayat alias Dayat Kacamata yang disergap di Ciputat pada
1 Januari 2014. Kelompok Dayat telah merencanakan serangkaian aksi bom dan
pembunuhan dengan target wihara, gereja, sejumlah hotel, markas polisi,
Kedutaan Besar AS di Jakarta, serta simbol-simbol zionisme dan AS lain.
Abu Roban terakhir tinggal di Dusun Sempu, RT 1 RW 2, Desa
Sempu, Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang. Berhasil ditembak mati pada saat
penyergapan 8 Mei 2013. Kelompok jaringan Abu Umar yang belum tertangkap berhubungan
dengan mantan anggota JAT, seperti Wiliam Maksum dan Budi Syarif dan beberapa
orang lainnya.
Pembentukan kelompok Mujahidin Indonesia Barat dimulai dari pelatihan
paramiliter teroris kelompok Dulmatin di kawasan pegunungan Jalin Jantho, Aceh
Besar berhasil ditumpas aparat. Sejumlah besar tokohnya tertembak mati saat
melarikan diri atau tertangkap. Kang Jaja, tokoh NII Banten ditembak mati di
Aceh Besar saat hendak kabur kearah Meulaboh. Berikutnya Dulmatin disergap dan
tewas di Pemulang, Tangerang. Setelah kelompok Aceh ditumpas, sisa-sisa
kelompok jaringan ini menggelar halaqah di Tangerang.
Dari pertemuan itu lahir Deklarasi Situ Gintung 20-12. Hadir
dalam pertemuan itu; Dayat, Abu Roban, Nurul Haq dan beberapa orang lainnya.
Deklarasi tersebut menyepakati untuk meneruskan pergerakan yang pernah dipimpin
Abu Umar. Salah satunya mengenai pembagian wilayah untuk operasi fa’i dan
komando gerakan yang dipimpin oleh Kodrat alias Polo alias Deko, serta
pembagian tugas yang akan dibebankan kepada masing-masing orang dalam kelompok
teroris tersebut.
Kegiatan dilakukan untuk kelangsungan kegiatan kelompok
mereka dan agar tujuan tercapai. Mereka berupaya mencari bahan peledak dan
senjata api. Namun dalam perjalanannya kelompok ini tidak berjalan mulus. Ada
perselisihan paham antara Kodrat dan Abu Roban. Perselisihan didasarkan
pembagian hasil perampokan dan juga perebutan wilayah untuk dijadikan target
teror dan pengumpulan dana. Abu Roban akhirnya membentuk sel baru dengan
bendera Mujahidin Indonesia Barat (MIB).
Deklarasi MIB dilakukan di pegunungan Kamojang, Garut, Jabar.
Kelompok ini memiliki misi untuk membantu perjuangan jihad kelompok Mujahidin
Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin Santoso alias Abu Wardah yang berpusat di
Poso, Sulawesi Tengah. Abu Roban memiliki hubungan dengan jaringan terorisme
Internasional yakni kelompok Al Qaeda, Osama bin Laden.
Aksi terorisme yang di lakukan kelompok IMB adalah
serangkaian perampokan bersenjata. Mulai perampokan konter telepon seluler,
bank, toko onderdil kendaraan di Jawa maupun Sumatera. Aksi terbaru adalah
perampokan bank BRI KCP Panongan, Tangerang pada 24 Desember 2013. Hasil
perampokan total mencapai Rp. 2 miliar. Bukti MIB membantu kelompok MIT adalah
adanya pengiriman senjata api dan munisi dari Bandung ke Makasar yang dibeli
dari hasil aksi-aksi perampokan di berbagai wilayah Indonesia, seperti; Bandung,
Jawa Tengah dan Jakarta.
Aksi perampokan (Fa’i) dipengaruhi oleh Buku Abu Bakar Ba’asyir,
Tadzqirah. Buku tersebut menyatakan bahwa merampok untuk kepentingan
(terorisme) itu dihalalkan. Pernyataan itu dijadikan pegangan para teroris
melakukan aksi perampokannya. Semula para teroris ragu untuk melakukan
perampokan, namun karena buku tersebut maka mereka akhirnya yakin.
Senjata tersebut dari Makasar selanjutnya dibawa menuju Poso.
Jaringan kelompok Abu Roban sampai pada sel-sel di Makasar dan Bima, NTB.
Kelompok Makasar pernah berupaya membunuh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul
Yasin Limpo saat kampanye akbar Pilgub. Ketika Abu Roban tewas tertembak di
Batang, kelompok Wiliam Maksum di Bandung disergap. Wiliam adalah pemasok
senjata yang dibelinya dari Cipacing, Jawa Barat. Senjata dibuat dengan
memodifikasi senapan angin menggunakan laras organik. Pada September 2013
aparat berhasil menangkap pengrajin senjata pesanan Wiliam Maksum.
Kelompok Dayat terbongkar akibat hasil analisis dari motor
yang digunakan Nurul Haq saat menjadi eksekutor penembakan anggota polisi di
Pondok Aren. Dari motor yang ditinggal di lokasi kejadian, aparat menangkap
Topan di Tasikmalaya. Dia diketahui memasok motor untuk operasional Nurul Haq.
Hasil pengembangan kasus aparat menangkap Anton alias Septi, yang merupakan
tersangka kasus peledakan bom di Vihara Ekayana, Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Anton juga terkait ledakan bom Beji, Depok pada September 2012. Penangkapan
terhadap Anton alias Septi kemudian dikembangkan, sehingga pada penyergapan di
Kampung Sawah Ciputan yang menewaskan 6 orang teroris. Hasil penyergapan
ditemukan beberapa pistol rakitan dan pen gun, serta beberapa bom pipa hasil
rakitan kelompok tersebut. Salah satunya adalah Hendi Albar yaitu satu dari dua
DPO kasus penembakan polisi di Pondok Aren bersama Nurul Haq. Dalam dokumen
yang ditemukan, menunjukkan bahwa Nurul Haq akan berjihad bom bunuh diri ke
Suriah (Syiria). Haq tengah mengurus pembuatan paspor untuk pergi ke Suriah.
A N A L I S I S
Perampokan (fa’i) yang dilakukan kelompok teroris adalah
untuk mendapatkan dana / kekayaan membiayai aksi-aksi terorismenya. Dengan
hasil Rp. 2 miliar mereka dapat membeli senjata dan bahan peledak. Perampokan
merupakan aksi terorisme yang memungkinkan saat ini untuk mendapatkan dana
besar setelah aliran dana dari luar negeri berhasil diputus. Aksi perampokan
memiliki resiko yang sangat besar, tetapi nampaknya kelompok teroris sudah
tidak ada alternatif lain.
Aksi terorisme selalu dibenarkan berdasarkan fatwa-fatwa ulama
yang dianggapnya sebagai pemimpin. Fatwa Abu Bakar Ba’asyir telah menjerumuskan
mereka pada tindakan aksi terorisme. Ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis telah
dibajak untuk legitimasi dan pembenaran perbuatan terorisme itu. Demikian juga
dengan buku-buku karya tokoh radikal Islam yang lain. Mereka melalui tulisannya
menyebarkan virus kekerasan dan kebencian untuk mengkafirkan orang lain dan kemudian
memeranginya. Thoriq yang merupakan pelaku bom Depok 2012 berkeinginan untuk
menjadi pengantin (pelaku bom bunuh diri) juga karena terinspirasi oleh buku
karya Imam Samudra “Mereka adalah Teroris”.
Fakta bahwa ada anggota jaringan kelompok teroris yang hendak
berangkat ke luar negeri, Suriah (Syiria) membuktikan bahwa selama ini mereka
terus berusaha untuk membangun jaringan dengan kelompok teroris Internasional.
Mereka berharap akan mendapatkan pelatihan, dukungan dana dan pengalaman
bertempur di konflik Timur Tengah. Hal ini mengulangi jejak pendahulunya
(jaringan lama) Darul Islam (DI) dan Jamaah Islamiyah (JI). Abdullah Sungkar
dan Abu Bakar Ba’asyir mulai 1985 telah mengirim kader-kader DI dan JI ke
Afganistan untuk mengikuti pelatihan paramiliter di Ittihad al Islamiy pimpinan
Saikh Rassul Sayyaf dan sekaligus praktek berperang melawan Soviet. Hingga
berakhir 1991 mereka telah berhasil mengirimkan kader 10 angkatan dengan jumlah
sekitar 200 orang. Hasil didikan dari luar negeri inilah yang kemudian nanti
kembali ke tanah air dan menjadi tokoh-tokoh utama pelaku terorisme di
Indonesia.
REKOMENDASI
1. Terus dilakukan
penelusuran dan pemutusan terhadap jaringan-jaringan dan sel-sel baru kelompok
terorisme baik yang terhubung dengan Mujahidin Indonesia Barat (MIB) maupun Mujahidin
Indonesia Timur (MIT).
2. Temukan perkembangan modus operandi dan strategi baru
kelompok teroris untuk mengumpulkan dana, teknologi komunikasi dan media yang digunakan
aksi terorisme.
3. Wapadai dan cegah ceramah-ceramah
keras dan fatwa-fatwa ulama yang menyimpang dari ajaran Islam yang dapat
digunakan teroris sebagai dasar pembenaran dan legitimasi aksi terorismenya.
4. Pantau gerakan WNI
yang berada di luar negeri, dalam upaya untuk menggalang dukungan dan kekuatan
gerakan terorismenya di Indonesia.
5. Tingkatkan
pengamanan untuk mencegah aksi perampokan dan peredaran senjata api di
masyarakat.
(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar