Sebuah Testimoni. Pagi ini saya sangat gundah, sedih dan kecewa, bahkan sejak berbulan-bulan lalu dan beberapa tahun lalu. Pasalnya saya sudah tidak nafsu lagi menonton TV Indonesia. Kenapa?
Acara TV Indonesia kini telah jauh dari tujuan penyiaran itu sendiri. Siaran harusnya lebih utama untuk menyebarkan Informasi, pendidikan, pengembangan kebudayaan serta pembelajaran etika, moral dan susila agama. Tetapi saat ini hampir di semua stasiun TV tayangannya 90% murni hiburan. Hiburan yang hanya berupa banyolan tidak jelas arah manfaatnya dan arah tujuannya. Hiburan TV yang hanya menampilkan badut-badut bodoh, tidak rasional dan materialistik. Hiburan yang terus menerus dan monoton akan membuat candu, seperti candu pada narkoba. Pemirsa dibuat terus berfantasi dan berhalusinasi sehingga dia jauh berada dari kehidupan realita yang harus berjuang, bekerja dan bersungguh-sungguh dalam berkehidupan sosial masyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat tidak disuguhkan acara-acara yang cerdas, pembelajaran intelektualitas, budaya bangsa, etika, norma dan susila agama.
TV memang merupakan media elektronik yang sangat efektif dan paling banyak digunakan masyarakat untuk mendapatkan informasi. Media TV dapat diakses melalui dua indera, yaitu secara visual dan pendengaran mengakibatkan memiliki kelebihan daya tangkap bagi pemirsa. Sayangnya informasi yang ada di televisi sebagian besar adalah mentah, tendensius dan bahkan sampah. Berita dibuat dan disiarkan tidak netral, bermuatan politik, melebih-lebihkan dan bahkan bisa menyesatkan. Kebebasan pers dijadikan senjata untuk melegalisasi semua perbuatan penyiaran tersebut. Stasiun TV hanya sebuah alat kepentingan pemilik modal. Sedangkan masyarakat sebenarnya adalah aset korban bagi produk dan tujuan politiknya.
Acara hiburan TV telah mencekokin masyarakat dengan pornografi, aksi seronok, aib pribadi, gunjingan, konflik, kekerasan dan kasus-kasus kriminal artis dan pejabat-pejabat negara.selama 24 jam setiap hari-harinya. Siaran tentang perceraian, perselingkuhan, goyang seronok, narkoba, tampilan seksi merangsang, korupsi, suap dan alam ghaib telah jauh mendominasi dari pada siaran ceramah-ceramah keagamaan, siaran daerah perbatasan, siaran penanaman Ideologi Pancasila, siaran tentang bela negara, cinta tanah air dan patriotisme. Jarang sekali ada acara pembelajaran ilmu pengetahuan untuk umum dan mata pelajaran sekolah seperti pada siaran TPI terdahulu. Acara debat di TV nyatanya hanya berjalan sebagai debat kusir yang ngotot dengan kemauan dan pembenaran sendiri jauh dari teori-teori dan logika akademis. Badut-badut bodoh tapi sok pintar itu telah putar balikkan logika sesuai keinginan isi perutnya sehingga masyarakat tambah bingung dan resah.
Paling memprihatinkan adalah acara TV untuk anak-anak. Anak-anaknya harusnya mendapatkan materi siaran yang steriil dan khusus dalam ruang lingkup kehidupan dan pembelajaran anak. Penuh pembelajaran moral, etika dan agama serta pembelajaran intelektualitas. Tetapi nyatanya hampir tidak ada stasiun TV yang cukup untuk memberikan ruang bagi anak-anak. Acara TV saat ini campur aduk tidak ada penggolongan keperuntukan pemirsa dan penyesuaian penempatan waktu tayang. Dampaknya luar biasa, anak-anak tiap hari ikut tersuguhkan siaran-siaran yang sampah, porno, seronok dan badut bodoh tadi. Bayangkan bagaimana perkembangan anak-anak kita ini. Mereka adalah usia keemasan untuk merekam setiap apa yang mereka lihat dan dengar. Mereka adalah aset-aset keluarga dan bangsa ini. Seperti apa mereka nantinya?
Stasiun TV Indonesia hanya dipentingkan dan berorientasi pada infestasi modal dan berorientasi pada keuntungan materialistik belaka. Mengorbankan moral kehidupan masyarakat dan keroposnya ideologi bangsa. Modal Asing dan pemilik modal yang berorientasi bisnis telah hancurkan semua. Pelan-pelan tapi pasti budaya kita akan jungkir balik, tidak ada orientasi dan jauh dari jati diri bangsa Indonesia. Kebebasan pengembangan seni, budaya saat ini tidak berdasar pada budaya bangsa yang santun dan sopan, tetapi pengembangan budaya yang berorientasi pada keuntungan finansial semata. Orientasinya adalah yang penting laku dijual, entah bagaimana dampaknya bagi masyarakat itu pemikiran terakhir. Lagu-lagu pop, dandut dll. hanya mengandalkan lirik yang jorok, goyang seronok dan pakaian yang merangsang. Suara bukan modal utama lagi, yang penting adalah heboh, menggoda dan merangsang pemirsa. Tidak ada lagi budaya rasa malu bagi mereka. Seolah karya yang bisa dibuat saat ini tidak jauh-jauh dari alat kelamin. Dan memang hanya alat kelamin saja isi otak mereka saat ini. Jauh dari keagungan dan kesakralan budaya bangsa.
Acara TV juga tidak kreatif. Bisanya
hanya menjiplak acara stasiun TV yang lain. Kalau ada acara stasiun TV
yang menarik dan diminati banyak pemirsa, buru-buru stasiun TV yang lain
membuat acara yang mirip atau serupa. Sungguh sesuatu plagiator besar,
bisanya hanya ikut-ikutan. Akibatnya di semua stasiun TV acaranya
hampir sama. Sungguh membosankan dan memuakkan. Ketidakcerdasan dan
penjiplakan juga di lakukan terhadap acara-acara TV luar negeri yang
dianggapnya bagus dan laku bila dibuat mirip di Indonesia.
Rasa Nasionalisme Bangsa saat ini sangat memprihatinkan. Masyarakat saat ini sudah jarang sekali mendapatkan pencerahan, pembinaan yang secara luas melalui acara-acara TV. Tidak ada lagi film perjuangan, tidak ada lagi pidato-pidato pimpinan yang dapat bangkitkan semangat kebangsaan, tidak ada lagi pembelajaran ideologi Pancasila. Sangat minim kalu itupun ada, bukan prioritas. Kenapa? karena tidak ada nilai komersialnya.
Banyaknya perilaku yang buruk dan amoral masyarakat dan pejabat saat ini adalah akibat lemahnya pembinaan moral, etika dan susila agama. Diperburuk lagi dengan siaran yang tidak cerdas dan sampah setiap harinya. Membuat masyarakat Indonesia sebagai masyarakat penggunjing. Masyarakat menganggap hidup ini hanya banyolan, lawakan, tidak serius dan semua perbuatan seronok, tidak sopan dan amoral itu suatu yang biasa. Bahkan dianggap sebagai budaya baru. Para pelajar, mahasiswa, pegawai, dan pejabat menganggap semua urusannya, tugas-tugas belajar, kantor, pekerjaan hanyalah banyolan, main-main dan tidak serius. Menirukan gaya acara TV yang setiap hari mereka tonton. Remaja Putri hanya berfantasi dan berhayal bisa memiliki barang yang serba mewah; pakaian, perhiasan, rumah dan mobil seperti yang mereka lihat pada gaya hidup sinetron TV. Akhirnya mereka terjebak pada pelacuran terselubung hanya untuk memenuhi fantasi mewahnya tersebut. Semua akhirnya berakhir pada pola hidup Hedonisme. Hidup yang hanya berorientasi pada kepemilikan harta benda dan konsumtif.
Membuat saya lebih resah adalah di mana sebenarnya peran negara. Negara seolah membiarkan masalah ini terus terjadi bertahun-tahun. Tidak ada perubahan kebijakan untuk mengontrol siaran TV Indonesia ini. Apa gunanya kementerian dan lembaga siaran kalau tidak bekerja ataupun mampu mengontrol arus informasi di TV. Seolah takut memberlakukan sensor dan pencekalan siaran. Sensor hanya sebuah slogan belaka. Manajemen siaran TV Indonesia sangat amburadul. Ingatlah bahwa Acara TV ditonton oleh ratusan juta masyarakat Indonesia di seluruh tanah air. Jangan sampai siaran TV menjadi alat pembusukan masyarakat dan negara dari dalam. Masyarakat, khususnya usia produktif dan anak-anak merupaka aset bangsa masa depan. Jangan hancurkan mereka dengan siaran-siaran TV yang sampah, seronok, irasional dan bodoh tersebut. Berpikirlah cerdas dan rasa Nasionalisme yang tinggi. Semua adalah untuk keberlangsungan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai.
REKOMENDASI
Dari keresahan tersebut maka rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah melalui organnya harus dapat mengontrol acara TV sehingga bermanfaat bagi intelektualitas, moral, etika dan susila masyarakat serta terhindar dari tayangan seronok, pornografi, manipulasi, banyolan yang berlebihan, kekerasan, magis dan acara sampah.
2. Memberikan pembinaan bagi manajemen stasiun TV agar berpihak terhadap kepentingan pencerahan dan pembinaan masyarakat, Nasionalisme dan tidak mengutamakan orientasi keuntungan modal / finansial.
3. Memberikan pembinaan dan kesadaran bagi seniman untuk membuat karya seni yang bermartabat, berbudaya bangsa dan nilai karya yang tinggi untuk kemuliaan derajat manusia. Tidak hanya mengejar karya instan yang berorientasi pada keuntungan finansial belaka.
4. Adanya kebijakan pembagian spesialisasi penyiaran acara TV Indonesia sesuai bidang dan keperuntukannya. Mesuai umur dan golongan pemirsa, misalnya stasiun TV yang khusus berorientasi menyiarkan berita, teknologi, pengetahuan, budaya, keagamaan, politik, ekonomi, atau dunia anak-anak.
5. Penonton diharapkan lebih cerdas dan selektif dalam memilih acara TV yang bermanfaat, menjauhkan diri dari acara yang seronok, sampah dan bodoh serta mengarahkan, mendampingi anak-anak pada saat menonton acara di TV.
(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar