Minggu, 23 Februari 2014

ANALISIS GEOPOLITIK PAHAMI POLITIK DUNIA MASAKINI

                               
Pendahuluan

Refleksi perkembangan konteks dunia terkait dengan sejarah, struktur kemasyarakatan suatu negara dalam situasi dan kondisi tertentu sangat menentukan konstelasi geopolitik dan geostrategi kebijakan politik suatu negara dalam suatu interaksi tatanan dunia yang sangat kompleks. Interaksi banyak negara tersebut memiliki hubungan struktural dan hierarkis yang kompleks, misalnya hubungan Utara-Selatan terkait dengan pertumbuhan yang tidak seimbang yang mana mayoritas negara-negara Utara adalah negara maju yang unggul dalam bidang informasi, penguasaan teknologi, dengan struktur masyarakat yang mudah menerima perubahan (dinamis dan terbuka). Sedangkan sebagian besar negara di belahan Selatan adalah negara berkembang dan terbelakang baik dalam aspek ekonomi, teknologi, informasi, dengan struktur masyarakatnya yang cenderung tertutup (isolasionis). Dalam perkembangan negara yang demikian, negara yang lebih unggul cenderung menggantikan negara yang mengalami kemerosotan sehingga selalu terdapat kecenderungan jatuh bangunnya suatu supremasi, dicontohkan jatuhnya supremasi Inggris Raya bersamaan dengan diakuinya hegemoni Amerika Serikat, hingga sekarang dikenal dengan kebangkitan Asia melalui perekonomian China dan India yang menyaingin Amerika Serikat dan Jepang. Peran perekonomian yang menggati secara parsial konsep hardpower militer, angkatan laut yang mendominasi pasca Revolusi Industri Inggris dan pasca Perang Dingin, menjadikan tatanan dunia lebih bersifat multipolar daripada bipolar maupun unipolar. Peranan ekonomi dan munculnya isu-isu baru yang menarik perhatian negara-negara secara keseluruhan seperti isu lingkungan dan pemanasan global, mengakibatkan peranan aktor lain seperti organisasi internasional, rezim internasional, serta perusahaan internasional mutlak diperlukan untuk melengkapi fungsional peranan negara. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa konseptualisasi “Geopolitik” yang sarat dengan perlombaan militer, politik ekspansi, dan kewilayahan kehilangan esensi, meskipun tidak sepenuhnya, digantikan oleh konseptualisasi “Geopolitics’ yang lebih luas dalam beragam aspek.

Permasalahan

Bagaimanakah analisis geopolitik dapat digunakan untuk memahami fenomena politik dunia masakini?

Pembahasan Materi

Pemahaman geopolitik dan geostrategi dalam merefleksikan perkembangan konteks dunia dapat diperoleh melalui pengetahuan mendalam dasar sejarah dan struktur suatu negara dalam situasi dan kondisi tertentu. Misalnya kemampuan dalam menjelaskan proses jatuh bangunnya supremasi dunia dan bentuk tatanan dunia baru sekarang bisa diperoleh melalui pemahaman terhadap konteks ‘struktur’, ‘sejarah’, dan konsekuensi suatu peristiwa.                        
Dua hal tersebut, yakni sejarah dan struktur, membantu menjelaskan siklus stabilitas, perpecahan, trauma, dan serangkaian kondisi secara holistik. Sedangkan ‘struktur’ membantu menjelaskan hubungan yang terjadi dalam perkembangan tidak seimbang ‘uneven development’, komunitas terbuka atau tertutup, dan rezim politik yang saat itu berpengaruh. Secara garis besar, yang diperlukan dalam merefleksikan situasi dan kondisi perkembangan negara-negara dalam konteks geopolitik adalah ‘sekumpulan data’.
Contoh konkret yakni China. China terlahir dari suatu komunitas, bahkan peradaban paling tua di dunia dalam proses menjadi bangsa besar ‘building nationa process’ yang mana China selalu tidak lepas dari tradisi berperang dan ledakan jumlah penduduk. Teritori yang terbatas dan jumlah penduduk yang besar mengakibatkan terjadinya kompetisi yang berujung pada invasi dan perang antardinasti. Konsekuensinya adalah, China terbentuk sebagai komunitas yang terisolasi dan tertutup, artinya sangat takut terhadap orang asing. Salah satu implementasi dari nilai-nilai isolasi tersebut adalah dibangunnya tembok China sebagai usaha untuk membentengi kultur budaya China agar tidak tercampur oleh bangsa asing ‘invasi mongolia’ saat itu. Kedua, adalah kebijakan Mao Zedong melakukan reformasi internal daripada menjalin hubungan (ketergantungan ‘interdependensi’) dengan pihak asing saat itu.
Contoh lain yang menjelaskan ‘instabilitas’ pada negara-negara di suatu wilayah adalah instabilitas di Timur Tengah. Instabilitas tersebut berasal dari sejarah Timur Tengah yang: (1) berada di antara kerajaan Roma dan Kerajaan Persia, (2) berada di tengah-tengah Kerajaan Bizantium Roma dan Dinasti Arab, (3) di tengah-tengah kebudayaan Barat dan Islam. Sebagaimana wilayah Asia Tengah yang cenderung diliputi ketidakstabilan sebagai konsekuensi di tengah-tengah Rusia dan Eropa. Teritori tersebut di atas menjadi obyek kepentingan banyak hegemoni dan proteksi. Stabilitas dan ketidakstabilan berkontribusi terhadap konfigurasi dimensi yang terlibat di dalamnya baik politik, sosial, demografis, etnis, budaya, ekonomi dan lainnya. Dimensi ini terus menerus mengalami dinamika dan kemudian menjadi data utama dalam memahami tatanan geopolitik. Oleh karena itu, terus menerus ditekankan untuk melandaskan unit eksplanasi pada serangkaian data tersebut dan tidak membatasi penjalasan pada konsep teoritis semata.
Disebutkan bahwa jatuh bangunnya kekuatan hegemoni secara historis melalui suatu siklus logis yang sama. Dicontohkan supremasi yang mengalami kolaps yakni Roma, Inggris, Uni Soviet, dan Amerika Serikat (secara ekonomi, tapi tidak secara keseluruhan peranannya), dan yang mengalami kemunculan sebagai supremasi baru ialah India, China (secara ekonomi dan politis), Saudi Arabia, Brazil dan Iran.
Siklus keruntuhan suatu supremasi melalui tahap yang tidak diduga. Keruntuhan, secara geopolitik, didefinisikan sebagai peristiwa setelah melalui proses yang panjang di antara komunitas dan sistem politik. Seringsekali yang lebih kuat membawa tatanan baru. Misal pada abad ke-tujuh belas (1789) terdapat perubahan tatanan politik dan sosial yang berkontribusi terhadap perubahan geopolitik yaitu berakhirnya era monarkis dan kerajaan-kerajaan. Kedua, pada 1914, Perang Dunia I mengakibatkan perubahan geopolitik yang mana muncul dua kekuatan bipolar yakni Uni Soviet dan rezim autoritarian. Ketiga, pada 1989-1991, berakhirnya perang dingin berkonsekuensi terhadap perubahan geopolitik yang bersifat unipolar yang mana Amerika Serikat muncul sebagai hegemoni baru. Keempat, pada 2001 globalisasi dan pelanggaran internasioal membawa tatanan geopolitik baru yang lebih multipolar dengan keterlibatan aktor negara dan munculnya isu-isu geopolitik baru seperti minyak mentah, energi, kultur, ekonomi dan lingkungan. Secara struktur, disampaikan terdapat dua dimensi tatanan dunia yakni ‘kemiskinan’ dan ‘wealth’, dalam kata lain ‘inequality’ yang terjadi akibat ‘uneven development’.

Kesimpulan

Dari macam-macam geopolitik dan fasenya dapat diringkas sebagai berikut: (1) masa geopolitik klasik, (2) geopolitik perang dunia II, dan (3) geopolitik perang dingin. Pasca berakhirnya perang dingin, bukan berarti geopolitik telah mati. Teritori secara fisik masih berperan penting dalam perpolitikan internasional dan strategisnya.Uneven Development: hubungan antara ‘Utara dan Selatan’ terkait dengan kepemilikan sumber daya alam dan ‘inequality’ yang mana sejak tahun 1950 telah mikirkan suatu gagasan bahwa untuk menciptakan dunia yang damai, maka negara miskin (Selatan) perlu untuk ‘berkembang’ dan ‘modern(isasi)’, baik dalam konteks ‘human security’, memelihara dan mendukung hegemoni, untuk kepentingan ekonomi Barat, atau untuk aliansi melawan komunisme (Slater, 2004: 57-79); Arts, 1994). Pasca perang dingin, persoalan ‘underdevelopment’ antara Utara-Selatan ini menjadi subyek utama dalam pemikiran geopolitik.                                                                                                      
Pusat persoalan Utara-Selatan terletak pada akses tidak seimbang terhadap sumber daya, sebagaimana juga bentuk dari dominasi Barat, terkait reformasi dan regulasi ekonomi yang mengarah pada perbedaan teori tentang dependensi dan neo-kolonialisme (slater, 2004: 128). Misalnya beberapa aktivitas Amerika Serikat di wilayah Teluk Persia secara langsung berkaitan dengan tatanan geopolitik tersebut, yang mana kebijakan ditujukan untuk mengamankan ekonomi minyak mentah (milik) Barat (Slater, 2004: 191; Agnew, 2002: 158).                   
Konteks geopolitik dalam globalisasi terkait dengan menurunnya kapabilitas negara berkaitan dengan munculnya beragam aktor internaisonal, organisasi dan perusahaan MNC dan TNC (De Pater, Groote, dan Terlouw, 2002: 1680). Contoh realnya ialah ‘Banana Republics’. Terkait dengan konteks ini, terdapat China yang muncul sebagai ‘challenger’ hegemoni baik secara ekonomi dan militer. Terlihat sekali dalam beberapa kasus misalnya ‘Google Security Breached’, propaganda ‘The Internet Freeedom’, kasus Nobel 2010 Liu Xiaobo, dan upaya AS untuk memaksa China mengapresiasi Yuan, menunjukkan bahwa masing-masing blok, utamanya Barat melakukan pendekatan yang sangat hati-hati terhadap China.

Referensi
Cohen, Saul Bernard. 2002. Geopolitics of The World System. London: Rowman and Littlefield Publishers
Flint, Colin. 2007.Introduction to Geopolitics. London: Routledge
Marieke, Peters. 2006.Geopolitics: From European Supremacy to Western Hegemony.
Short, Jhon Rennie. 2002. An Introduction to Geographical Politics.

(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar