Sabtu, 08 Februari 2014

KELOMPOK TERORIS MUJAHIDIN INDONESIA TIMUR

SANTOSO alias ABU WARDAH pimpinan MUJAHIDIN INDONESIA TIMUR

Kelompok MIT (Mujahidin Indonesia Timur) dipimpin oleh Santoso alias Abu Wardah. Santoso asli orang Jawa, tetapi saat ini gerakan MTI berada di kawasan hutan gunung Tamanjeka, Poso. Ia merupakan generasi dari jaringan kelompok lama dari sel Abu Umar dan Noordin M. Top. Peranannya dalam jaring kelompok teroris adalah sebagai pemimpin dan instruktur dalam pelatihan paramiliter di beberapa daerah, termasuk pelatihan kelompok Farhan di jalur pendakian Gunung Merbabu Jawa Tengah. Saat ini MIT merupakan sentral dari gerakan jaringan kelompok teroris di Indonesia. Hampir semua gerakan teroris merupakan jaringan pendukung MIT. Selain di Poso jaringan MIT tersebar di Jawa, Sumatera dan NTB, sehingga menjadikan MIT sebagai pengganti pemegang kendali perjuangan yang sebelumnya didominasi jaringan Solo.
Poso dijadikan sebagai pusat gerakan MIT berawal dari adanya konflik Poso antara kelompok Muslim dengan Nasrani. Pembantaian kelompok Muslim oleh Nasrani mengakibatkan bangkitnya rasa solidaritas Muslim di daerah lain untuk membantu saudara-saudaranya di Poso. Maka kemudian banyak  berdatangan Mujahidin dari berbagai daerah terutama yang sebagian besar dari Jawa untuk berjihad melawan Nasrani. Sejarah konflik tersebut menjadikan Poso sebagai tempat strategis bagi para teroris untuk mengembangkan jaringannya. Perkembangan teroris di kota Poso sangat besar karena didukung oleh berbagai macam komponen sehingga jaringan teroris di Poso ini semakin lama semakin kuat. Poso di jadikan pusat gerakan karena memiliki medan yang sangat mendukung untuk dijadikan tempat pelatihan. Banyak wilayah pegunungan, lembah dan hutan yang strategis untuk latihan dan persembunyian. Poso dijadikan sebagai “tanah suci” atau “tanah jihad” bagi kelompok teroris. Anggota teroris belum dikatakan berjihad kalau belum menginjakkan kakinya di tanah Poso. Keberadaan mereka di Poso dapat bertahan lama sejak dari konflik hingga kini. Pada masa konflik umat Muslim banyak dibantu oleh pejuang Muslim (Mujahidin) yang berasal dari luar untuk memerangi musuh mereka (Nasrani). Kemudian  pejuang Muslim yang berasal dari wilayah luar Poso tersebut dianggap sebagai pahlawan oleh para kelompok Muslim di Poso. Hal itu yang dimanfaatkan oleh para teroris untuk menjadikan Poso sebagai “tanah suci” atau tanah idaman mereka dalam melakukan doktrin jihad. Selain itu di Poso masih banyak senior-senior jihadis yang dianggap memiliki pengalaman-pengalaman, seperti merakit bom dan membuat senjata.

Poso juga sempat dijadikan incaran kelompok JI (Jamaah Islamiyah) pimpinan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir. Kelompok militan yang didirikan di Johor Bahru, Malaysia tersebut pernah mendirikan cabang di wilayah ini. Cabang JI di maksudkan untuk dapat membangun pusat latihan tempur, meski akhirnya niat itu tidak terwujud sempurna. Banyak kader-kader utama kelompok JI, seperti Ali Ghufron, Imam Samudra, Dr. Azahari, Noordin M. Top, Amrozi dan generasi di bawahnya terlibat serangkaian bom di Indonesia. JI membentuk Mantiqi Tsalis III yang terdiri dari wilayah; Sabah, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah dan Mindanao. Ketua pertama Mantiqi III adalah Mustafa. Mantiqi III terdiri tiga wakalah; Wakalah Badar meliputi; Sabah, Labuan, dan Tarakan. Kemudian Walakah Uhud meliputi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Wakalah ketiga adalah Wakalah Hudaybiyah di Mindanao sebagai basis latihan perang. Tetapi saat ini generasi yang baru jauh berbeda, lebih muda dan jaringan luas meskipun tersebar dalam kelompok-kelompok kecil. 

Konflik komunal Poso yang merenggut korban ribuan jiwa semakin membuat wilayah ini jadi basis utama para jihadis Indonesia setelah kerusuhan Maluku Utara dan Ambon mereda. Jauh setelah  konflik Poso di damaikan, sisa-sisa kelompok militan masih bertahan dan membuat basis-basis baru. Meskipun aparat sudah berulang kali memburu dan menangkap mereka, tetapi tetap saja kelompok-kelompok militan itu hidup dan berkembang, meskipun dalam kelompok-kelompok kecil. Tulang punggung kelompok ini tetap pemuda-pemuda berasal dari Jawa yang beberapa tahun lalu terlibat dalam konflik Poso. Keberadaan mereka seolah terjaga, karena sebagian warga setempat menerima mereka.

Kelompok MTI sering menjadikan polisi khususnya Densus 88 sebagai target serangan. Mereka mengobarkan perang melawan Densus 88 Antiteror sebagai balasan terhadap ikhwan-ikhwan mereka yang telah dizolimi Densus 88 dengan menangkap, menyiksa dan menembak mati. Densus 88 juga dianggap sebagai penghalang utama bagi gerakannya. Pernyataan tersebut juga diungkapkan melalui video yang diunggah di youtobe berjudul “Seruan01”. Video tersebut diunggah melalui akun Al Himmah pada 7 Juli 2013. Tampilan awal video bertuliskan judul “Risalah kepada umat Islam di Kota Poso”, dengan nama dibawahnya Syaikh Abu Wardah Santoso dan bertuliskan kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Isi dari video adalah untuk memotivasi para Mujahidin di seluruh Indonesia, khususnya di Poso untuk terus berjuang dan berjihad melawan Densus 88. Santoso menyatakan :

“Antum (kalian) tidak perlu ragu ketika menghadapi Densus 88. Antum harus semangat... Antum telah merasakan bagaimana jahatnya Densus 88 kepada umatnya. Antum tahu Densus 88 membantai saudara-saudara kita di Sulawesi”. 

Memunculkan diri di hadapan publik melalui internet memang sering dilakukan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur. Santoso ingin menunjukkan bahwa dalam melakukan aksi  teror dirinya tidak sendirian. Motivasinya adalah meminta bantuan teman-teman yang lain di berbagai tempat. Kemarahan mereka terhadap Densus 88 didasari peristiwa tewasnya Nudin teroris di Poso pada 10 Juli 2013.

Kasus terbaru adalah terjadi baku tembak antara pasukan Brimob Polda Sulawesi Tengah dan anggota kelompok MTI di hutan pegunungan Taunca, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Poso pada Kamis 6 Februari 2014. Dalam peristiwa tersebut satu anggota Brimob, Bharada I Putu Satria Wibawa tewas saat pasukan berusaha menyergap kelompok bersenjata pimpinan Santoso di sebuah pondok papan kayu. Selain itu dua  orang anggota teroris juga tewas, dan dua orang ditangkap dalam keadaan luka-luka. Sedangkan sisa komplotan berhasil melarikan diri ke wilayah pegunungan yang lebih tinggi lagi. Lokasi pertempuran berjarak sekitar 50 kilometer dari kota Poso. Sejumlah bahan peledak, bom lontong, peluru dan perbekalan berhasil diamanankan. 

Kasus serupa juga pernah terjadi pada pertengahan Oktober 2012, yaitu dua polisi dibunuh kelompok teroris di Dusun Tamanjeka, Poso dan pada Desember 2012 empat anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah tewas ditembak kelompok yang sama saat patroli pengejaran.

Hingga saat ini polisi belum berhasil menangkap Santoso. Ia sering terkait dan disebut dalam setiap penangkapan teroris di Indonesia, baik di Poso,  Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta. Di Poso Santoso memimpin pelatihan dan operasional teror. Salah satu keterlibatannya adalah pada kasus penembakan tiga anggota polisi di bank BCA, Palu pada 25 Mei 2011. Pada bulan Januari 2014 beberapa anggota MTI telah berusaha menyusup di Jawa TImur dan mencoba melakukan aksi terorisme di beberapa daerah diantaranya di Tulungagung dan Surabaya.

Gerakan MTI ini mendapatkan dukungan dari kelompok teroris lain yang terhubung dalam jaringannya. Seperti kelompok Abu Roban (Mujahidin Indonesia Barat / MIB) merupakan sel yang berperan untuk mendapatkan dana/kekayaan melalui perampokan (fa’i) di berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta. Hasil dari perampokan tersebut sebagian dibelikan persenjataan dan dikirimkan ke Poso untuk mendukung aksi dan pelatihan terorisme. Hasil dari perampokan mencapai Rp. 1,8 Miliyar, yang dirampasnya dari beberapa bank dan toko emas.

A N A L I S I S

Kelompok Mujahidin Indonesia Timur saat ini merupakan sentral dari pergerakan terorisme di Indonesia. Hampir semua aksi dan kelompok terorisme terhubung dengan MTI / Poso. Tokoh Santoso alias Abu Wadah menjadi penting sebagai penerus ideology jihadis dari pendahulunya. Jaringan MTI saat ini telah menggeser peranan sentral jaringan Solo yang dahulu memegang peranan sentral dalam jaringan terorisme Indonesia. Pergeseran Solo ke Poso merupakan pengaruh faktor keamanan. Solo dianggap sudah tidak strategis lagi karena menjadi target operasi antiterorisme dan sulitnya mencari daerah pelatihan dan persembunyian. Tetapi hubungan Solo-Poso tetap terjalin kuat dalam tataran ideology.

Teroris saat ini sudah menggunakan IT dalam melakukan aksi-aksinya. Mereka sudah mulai sadar untuk menggunakan kecanggihan tehnik informatika untuk memperluas jaringannya. Terorisme bukan hanya bergerak secara konfensional seperti meledakkan bom, penembakan, dan perampokan, tetapi aksi terorisme yang mereka lakukan dapat melalui jaringan internet (cybercrime). Contoh penggunaan jaringan tehnologi internet adalah dengan menggunakan hubungan email bersama anggota kelompok. Passwordnya email diketahui oleh setiap anggota. Pesan hanya ditinggalkan di spam dan tidak pernah dikirim sehingga terhindar dari pantauan aparat. Penggunaan jejaring Chatting, Facebook, twitter, blog, website dan mengunggah di youtobe sebagai upaya untuk menggalang dukungan, rekrutmen dan propaganda. Mereka juga menggunakan Hecking dengan meretas penjualan online untuk mentransfer uang milyaran rupiah ke rekening mereka secara illegal.

R E K O M E N D A S  I

1. Upaya penangkapan terhadap Santoso alias Abu Wardah adalah prioritas untuk menghentikan pengembangan jaringan teroris Poso. Meskipun penangkapan atau pembunuhan terhadap Santoso belum tentu dan kemungkinan besar tidak dapat menghentikan terorisme di Indonesia. Tetapi paling tidak “Memotong ranting akan dapat sedikit menghambat pertumbuhan rindangnya pohon”.

2. BNPT dan aparat harus segera menguasai tehnologi informatika dan pengamanan jaringannya sehingga dapat mencegah aksi-aksi terorisme melakukan cybercrime dan pemanfaatannya untuk kepentingan perluasan jaringannya.

3. Aparat melakukan pencegahan, pengamanan dan penuntasan kasus perampokan untuk mencegah teroris mendapatkan dana besar utuk membiayai aksi dan pelatihan terorismenya.

4. Memperketat pengawasan terhadap masuknya bahan peledak dan senjata api illegal ke Sulawesi, khususnya ke daerah Poso.

5.  Melakukan pembinaan, penyuluhan dan sosialisasi terhadap warga Poso, agar tidak mendukung atau berhasil direkrut gerakan teroris.



( Fajar Purwawidada, MH., M.Sc. )





Tidak ada komentar:

Posting Komentar