Konsep
wawasan nusantara tidak dapat dipisahkan dari kekuatan bagi Indonesia untuk
tetap bertahan menjaga eksistensinya. Konsep wawasan nusantara sudah disusun
sedemikian rupa agar dapat menjadi konsep yang menjadi pilar kekuatan
Indonesia. Akan tetapi dalam perjalanan waktu, kekuatan dari konsepsi ketahanan
wawasan nusantara itu semakin rapuh karena adanya berbagai ancaman yang dapat
mengganggu kelangsungan konsep wawasan nusantara ini dalam menyokong derajat
kekuatan Indonesia untuk menjaga keutuhan negara. Kita harus jeli dalam melihat
adanya ancaman bagi konsep wawasan nusantara kita supaya kita dapat menyusun
tindakan-tindakan pencegahan sebelum wawasan nusantara itu sendiri rusak.
Kita
dapat menganalisa ancaman tersebut dengan membaginya dalam dua faktor
berdasarkan darimana sumber ancaman itu berasal, yaitu ancaman secara internal
dan eksternal. Ancaman internal adalah ancaman bagi wawasan nusantara yang
berasal dari negeri sendiri. Tidak dapat dipungkiri kalau banyak faktor dan
pihak di dalam negeri, yang dapat medegradasi kekuatan wawasan nusantara dengan
sengaja atau tidak. Sedangkan ancaman yang kedua bersifat eksternal, yaitu
ancaman yang berasal dari luar negeri. Apalagi saat ini dunia dilanda arus
globalisasi dan Indonesia termasuk yang masuk ke dalam arus tersebut, sehingga
terkadang kita tidak dapat mempertahankan hal-hal yang seharusnya menjadi
kepentingan nasional kita. Selain itu, untuk menganalisa ancaman eksternal ini,
kita dapat membaginya menjadi ancaman eksternal state vs state dan state vs
ultrastate. Dalam melihat ancaman dari luar negeri, kita tidak dapat menyamakan
semuanya berasal dari permasalahan antar negara, tetapi dapat juga permasalahan
itu muncul dari hubungan negara Indonesia dengan aktor-aktor non negara.
Ancaman
Internal
1.
Gerakan separatisme
Gerakan
separatisme hingga saat ini masih menjadi isu keamanan dalam negeri yang
mengancam keutuhan wilayah Indonesia dan mengancam wibawa pemerintah serta
keselamatan masyarakat. Gerakan separatis di Indonesia dilakukan dalam bentuk
gerakan separatis politik serta gerakan separatis bersenjata. Hingga kini masih
terdapat potensi gerakan separatis di beberapa wilayah yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang berkeinginan untuk memisahkan diri dari NKRI dengan
mengeksploitasi kelemahan penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
Bangsa
Indonesia menyadari dan memiliki komitmen bahwa berada dalam wadah NKRI
merupakan putusan politik yang tepat dan final. Oleh karena itu, separatisme
menjadi ancaman langsung terhadap keutuhan wilayah NKRI. Adanya kelompok
separatis di beberapa wilayah Indonesia merupakan bibit-bibit potensi ancaman
yang selalu akan mengancam keutuhan wilayah Indonesia, terlebih lagi karena
akar masalah separatisme banyak dipicu oleh ketimpangan pada pemberian hak
politik, ekonomi, serta keadilan kepada masyarakat sehingga menyebabkan
ketidaknyamanan masyarakat untuk berada dalam naungan NKRI akan terus menjadi
potensi separatisme.
Dari
anatomi ancaman yang berdimensi separatisme, gerakan separtisme tersebut
mengambil dua pola perjuangan, yakni gerakan separatisme yang tidak menggunakan
pergerakan persenjataan dan gerakan separatisme yang dengan jalan melakukan
pergerakan bersenjata. Sejak Indonesia berdiri, gerakan separatisme yang
terjadi di beberapa wilayah telah melakukan berbagai usaha untuk memisahkan
diri. Isu separatisme bagi Indonesia ditempatkan sebagai ancaman pertahanan
karena gerakan separatisme mengancam secara langsung keutuhan Indonesia. Oleh
karena itu, penanganan separatisme menjadi salah satu ancaman yang dianggap
sebagai prioritas paling utama untuk diperhatikan dengan sudut pandang
pertahanan maupun politk. Sejalan dengan era globalisasi serta perkembangan
nilai-nilai demokrasi, pihak-pihak tertentu telah berusaha memanfaatkannya
untuk meningkatkan gerakannya untuk memisahkan diri. Kita dapat lihat dengan
apa yang terjadi beberapa waktu lalu ketika Presiden Indonesia hendak ditahan
di Belanda atas tuntutan salah satu gerakan separatis yang berasal dari
Indonesia yaitu RMS. Dengan memanfaatkan nilai-nilai demokrasi dan HAM yang
dianggap sebagai nilai universal, maka gerakan separatis mencoba untuk menarik
dukungan demi kepentingan mereka.
Beberapa
tahun yang lalu Indonesia baru saja menyelesaikan konflik separatis di Aceh
dengan pendekatan politik dan penggunaan cara damai. Kondisi yang sudah terbina
dengan baik di wilayah tersebut perlu dijaga bersama agar pembangunan di Aceh
dapat diakselerasi. Akan tetapi masih ada beberapa wilayah masih tampak adanya
kelompok-kelompok tertentu yang masih berusaha memisahkan diri dari NKRI.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa ancaman separatisme masih tetap
diperhitungkan sebagai ancaman utama bagi masa depan keutuhan negara dan
wawasan nusantara.
2.
Konflik Komunal
Indonesia
dengan kondisi yang sangat heterogen dalam suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA) memiliki potensi terjadinya konflik bernuansa SARA atau yang disebut
konflik komunal. Konflik komunal pada dasarnya merupakan gangguan keamanan
dalam negeri yang dapat berdampak pada stabilitas nasional. Dalam skala
tertentu konflik komunal dapat berkembang meluas sehingga mengancam jiwa
masyarakat banyak dan menjadi ancaman pertahanan karena membahayakan
keselamatan bangsa. Pada gradasi tertentu konflik tersebut bereskalasi secara
cepat, selain dapat membahayakan keselamatan masyarakat banyak, juga
mengakibatkan terganggunya roda pemerintahan sipil. Konflik komunal pada
dasarnya menjadi ranah fungsi pertahanan nirmiliter, namun apabila dibiarkan
akan dapat bereskalasi secara cepat sehingga mengancam keselamatan bangsa atau
berakibat terganggunya roda pemerintahan atau pelayanan umum. Konflik komunal
dapat pula dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memprovokasi atau
memecah belah masyarakat.
Demografi
Indonesia yang sangat heterogen berimplikasi terhadap potensi konflik yang
berdimensi suku, agama, ras, dan antargolongan. Di masa lalu Indonesia pernah
mengalami beberapa konflik komunal yang terjadi di beberapa wilayah, seperti
yang terjadi di Kalimantan, Ambon dan Maluku Utara, serta Poso. Konflik komunal
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta menjadi sumber ancaman yang
mengganggu stabilitas keamanan nasional. Demografi Indonesia yang heterogen
serta masyarakatnya yang memiliki masalah dari berbagai aspek kehidupan, baik
sebagai individu maupun dalam hubungan kelompok atau golongan, sangat rentan
untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang menjadi penggerak konflik
komunal. Di samping itu, berkembangnya ajaran sesat di sejumlah wilayah yang
mendapat penentangan keras dari masyarakat akan menjadi pendorong timbulnya
konflik komunal di masa-masa datang.
3.
Isu Politik dan Ekonomi
Bagi
Indonesia, faktor politik menjadi penentu kelanjutan sistem pemerintahan.
Sebaliknya, kondisi politik yang fluktuatif dapat mengganggu stabilitas
nasional, dan pada spektrum tertentu dapat menjadi ancaman terhadap keutuhan
bangsa. Ancaman berdimensi politik yang bersumber dari dalam negeri dapat
berupa penggunaan kekuatan berupa mobilisasi massa untuk menumbangkan suatu
pemerintahan yang berkuasa, atau dapat bentuk menggalang kekuatan politik untuk
melemahkan kekuasaan pemerintah.
Sedangkan
dalam hal ancaman ekonomi, hingga kini Indonesia masih berjuang dalam hal inflasi
dan pengangguran yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, penetapan
sistem ekonomi yang belum jelas, ketimpangan distribusi pendapatan, dan ekonomi
biaya tinggi. Pendapatan per kapita masyarakat yang sangat rendah merupakan
bentuk ancaman berdimensi ekonomi yang berakibat terhadap kemiskinan yang
berpengaruh langsung terhadap pendidikan dan kesehatan. Distribusi pendapatan
yang tidak merata telah mengakibatkan ketimpangan yang besar, yakni kesenjangan
antara yang kaya dan yang miskin menjadi semakin lebar. Kondisi ini berpotensi
terhadap ketidakstabilan keamanan nasional.
Ancaman
Eksternal
Ancaman eksternal dapat dibagi
menjadi dua sifat, yaitu yang berasal dari sebuah negara (state) maupun dari aktor non negara (non state). Kecenderungan perkembangan global mempengaruhi
karakteristik ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan baru yang memerlukan
penanganan dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan integratif. Isu
keamanan tersebut, antara lain, adalah terorisme, ancaman keamanan lintas
negara, dan proliferasi senjata pemusnah massal. Munculnya isu-isu keamanan
baru tidak terlepas dari globalisasi, kemajuan teknologi informasi, penguatan
identitas primordial, dan peran aktor non-negara, dan bagi negara-negara
berkembang, isu keamanan baru banyak dipengaruhi oleh kondisi masyarakat yang
kebanyakan masih terbelakang, terutama di bidang ekonomi dan pendidikan. Yang
pertama kita akan membahas ancaman eksternal berupa state, antara lain:
1.
Kondisi Keamanan Internasional
Kondisi
keamanan global diwarnai oleh meningkatnya intensitas ancaman keamanan
asimetris dalam bentuk ancaman keamanan lintas negara. Aksi perompakan,
penyelundupan senjata dan bahan peledak, penyelundupan wanita dan anak-anak,
imigran gelap, pembalakan liar, dan pencurian ikan merupakan bentuk ancaman
keamanan lintas negara yang paling menonjol. Meningkatnya aksi ancaman keamanan
lintas negara tersebut telah mempengaruhi kondisi keamanan global sehingga
isu-isu tersebut menjadi isu keamanan bersama yang memerlukan penanganan secara
sungguh-sungguh. Indonesia, dengan garis pantai yang sangat panjang, sangat
rawan dengan ancaman keamanan lintas negara, seperti perompakan, penyelundupan
narkotika dan obat terlarang (Narkoba), penyelundupan senjata dan bahan
peledak, penyelundupan manusia, dan pembalakan hutan secara liar yang
diselundupkan melalui laut. Ancaman keamanan lintas negara tersebut telah
sangat merugikan Indonesia dari segi ekonomi dan dari segi kehormatan bangsa.
Indonesia
sebagai negara kepulauan yang berada di antara Benua Asia dan Australia serta
Samudra Hindia dan Pasifik, di satu sisi mempunyai posisi strategis sekaligus
tantangan besar dalam mengamankannya. Sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum
Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki tiga ALKI (Alur Laut Kepulauan
Indonesia) dan empat choke points yang strategis bagi kepentingan
global, yakni di Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makasar.
ALKI serta choke points tersebut merupakan bagian wilayah yang rawan
terhadap ancaman keamanan maritim, terutama perompakan bersenjata.
2.
Konflik Teritorial dan Perbatasan dengan Negara Tetangga
Isu
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar cukup beragam dan kompleks, di
antaranya menyangkut eksistensi, status kepemilikan, konversi lingkungan,
pengamanan, dan pengawasannya. Indonesia dengan beberapa negara yang berbatasan
dengan wilayah Indonesia masih mempunyai sejumlah persoalan batas wilayah, baik
perbatasan darat maupun laut yang hingga kini belum tuntas. Masalah perbatasan
yang belum selesai menjadi sumber potensi ancaman pertahanan yang berpotensi
konflik bersenjata di masa mendatang. Persoalan perbatasan yang belum tuntas
tersebut di antaranya perbatasan darat dengan dan perbedaan rezim laut dengan
Malaysia, batas laut dengan Singapura, penetapan batas ZEE dengan Thailand
yakni di perairan selatan Laut Andaman, perbatasan laut dengan Filipina, batas
ZEE dengan Palau, serta batas laut antara Indonesia Timor Leste dan Australia
setelah kemerdekaan Timor Leste.
Dari
semua isu perbatasan, wilayah Ambalat yang diklaim oleh Malaysia serta sepuluh
titik yang masih bermasalah di Kalimantan merupakan “titik api” yang ke depan
berpotensi menjadi sumber sengketa. Demikian pula, persoalan yang terkait
dengan pulau terluar, seperti pengerukan pasir di Pulau Nipah dan sekitarnya,
menjadi masalah serius karena terkait eksistensi pulau terluar yang makin
kritis. Eksistensi pulau-pulau kecil terluar sangat vital dalam penentuan batas
wilayah Indonesia, yakni berfungsi sebagai titik pangkal penarikan batas
wilayah NKRI. Selain itu, pulau-pulau kecil terluar rawan terhadap tindakan
diperjualbelikan atau disewakan secara tidak sah kepada pihak lain atau warga
negara asing. Dari beberapa kasus ditemukan beberapa pulau kecil yang dikelola
oleh perseorangan, bahkan ada pulau-pulau milik Indonesia yang dikelola oleh
pihak asing.
Dua hal yang telah disebutkan diatas
adalah ancaman-ancaman yang berasal dari luar/eksternal yang berasal dari aktor
negara/ state. Ancaman eksternal yang
kedua berasal dari aktor yang diluar ikatan negara/ non state, antara lain:
1.
Penetrasi Ideologi
Ancaman
berdimensi ideologi yang berasal dari luar dapat berbentuk penetrasi
nilai-nilai individualisme dan materialisme yang berusaha mendesak nilai-nilai
komunalisme, spiritualisme, dan gotong-royong yang telah berakar di masyarakat.
Ancaman penetrasi ideologi ini dapat melalui unsur politik, pendidikan, sosial
budaya, dan juga ekonomi. Ancaman berdimensi politik dilakukan oleh suatu
negara melalui tekanan politik, atau dapat pula dilakukan oleh aktor yang bukan
negara dengan menggunakan isu-isu global sebagai kendaraan untuk menyerang atau
menekan Indonesia.
Selain itu, penetrasi ideologi juga dapat masuk melewati kebijakan politik. Dalam teori Politik Internasional, politik merupakan instrumen utama yang menggerakkan perang, yakni perang merupakan kelanjutan dari politik dengan cara lain. Ini membuktikan bahwa ancaman politik dapat menumbangkan suatu rezim pemerintahan, bahkan dapat menghancurkan suatu negara secara total. Pelaksanaan penegakan HAM, demokratisasi, penanganan lingkungan hidup, dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel selalu menjadi komoditas politik bagi masyarakat internasional untuk mengintervensi suatu negara dan hal ini dirasakan pula oleh Indonesia.
2. Penetrasi Budaya
Selain itu, penetrasi ideologi juga dapat masuk melewati kebijakan politik. Dalam teori Politik Internasional, politik merupakan instrumen utama yang menggerakkan perang, yakni perang merupakan kelanjutan dari politik dengan cara lain. Ini membuktikan bahwa ancaman politik dapat menumbangkan suatu rezim pemerintahan, bahkan dapat menghancurkan suatu negara secara total. Pelaksanaan penegakan HAM, demokratisasi, penanganan lingkungan hidup, dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel selalu menjadi komoditas politik bagi masyarakat internasional untuk mengintervensi suatu negara dan hal ini dirasakan pula oleh Indonesia.
2. Penetrasi Budaya
Ancaman
dari luar berupa penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri yang sulit
dibendung mempengaruhi tata nilai sampai pada tingkat lokal. Kemajuan teknologi
informasi mengakibatkan dunia menjadi desa global dengan interaksi antar
masyarakat terjadi secara langsung. Yang terjadi tidak hanya transfer
informasi, tetapi juga transformasi dan sublimasi nilai-nilai luar secara
serta-merta dan sulit dikontrol. Sebagai akibatnya, terjadi benturan peradaban,
sehingga lambat-laun nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semakin terdesak
oleh nilai-nilai individualisme. Misalnya saja dengan makin merebaknya nilai
individualisme, maka pribadi dasar bangsa Indonesia yaitu persatuan dan
gotong-royong akan makin terancam eksistensinya/ Penetrasi nilai-nilai budaya
dari luar negeri yang sulit dibendung sering kali menyebabkan terjadinya
benturan peradaban yang mengancam nilai-nilai lokal di Indonesia. Hal ini juga
dapat kita lihat dalam bidang perekonomian.
Keadaan
dunia masa kini yang sedang mengalami proses globalisasi seperti ini,
nilai-nilai tentang bagaimana perekonomian harus dijalankan, memakai pedoman
universal yaitu neoliberalisme. Cita-cita dari ideologi ini adalah membuka
kesempatan yang sangat besar bagi tiap individu untuk mengembangkan kemampuan
dan kepentingan ekonominya, dengan menggunakan kebijakan negara sebagai jalan
pelicin menuju tujuan tersebut. Ketika paham tersebut makin menyebar dan diakui
sebagai sebuah ideologi perekonomian tunggal yang dianggap dapat memajukan
perekonomian sebuah negara, maka pada saat itulah masa depan wawasan nusantara
dapat terancam. Hal tersebut cukup beralasan karena ideologi tersebut sangat
bertentangan dengan pribadi dan cita-cita bangsa Indonesia. Selain itu karena
adanya kebebasan individu yang terlalu besar, maka akan menimbulkan ketimpangan
yang cukup memprihatinkan di dalam tatanan sosial berbangsa.
(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar