MENDORONG UNDANG-UNDANG KEAMANAN NASIONAL
Perkembangan Ancaman terhadap Negara saat ini menjadi sedemikia
kompleksnya. Bukan hanya mengancam terhadap ketertiban masyarakat saja, tetapi
jauh lebih luas yaitu ancaman terhadap kedaulatan sebuah Negara. Pemikiran
Keamanan Nasional haruslah dalam rangka mempertahankan tegaknya Negara dan
pemerintahan, tidaklah hanya membentengi pertahanan terhadap serangan militer
musuh dari luar, tetapi keamanan dalam negeri juga harus terjamin. Sebab
kacaunya keamanan dalam negeri dapat menyebabkan Negara keropos dari dalam dan
akhirnya dapat tumbang dengan sendirinya.
Potensi ancaman yang terjadi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dinamika lingkungan strategis global, regional dan domestik. Di tingkat global, dinamika lingkungan strategis dipengaruhi oleh interaksi diantara negara-negara besar (great power) yaitu interaksi antara Amerika Serikat, Cina, Rusia dan negara-negara Eropa (Uni Eropa). Sementara di tingkat regional, beragam kepentingan dan persaingan antar negara-negara Asia terhadap penguasaan pasar, jalur ekonomi dan sumber daya alam terutama di wilayah-wilayah perbatasan yang dipersengketakan menjadi persoalan tersendiri. Sedangkan di tingkat domestik, instabilitas politik, ancaman krisis ekonomi dan lemahnya sistem penegakan hukum. Persoalan lain yang juga mengemuka di tingkat regional adalah terorisme.
Ancaman militer sebagai bagian dari dimensi ancaman muncul perspektif baru: human security. Berbeda dari perspektif sebelumnya melihat negara sebagai unsur yang paling penting, sedangkan "human security" melihat pentingnya keamanan manusia. Dalam perspektif ini kesejahteraan warga negara merupakan sesuatu yang diutamakan. Ruang lingkup keamanan tidak lagi terbatas pada dimensi militer. Istilah-istilah lain yang kemudian muncul misalnya keamanan lingkungan (environmental security), keamanan pangan (food security), keamanan energi (energy security), dan keamanan ekonomi (economic security) menunjukkan bahwa suatu entitas sosial dan/atau politik kelak menghadapi ancaman dari berbagai bidang kehidupannya.
Potensi ancaman yang terjadi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dinamika lingkungan strategis global, regional dan domestik. Di tingkat global, dinamika lingkungan strategis dipengaruhi oleh interaksi diantara negara-negara besar (great power) yaitu interaksi antara Amerika Serikat, Cina, Rusia dan negara-negara Eropa (Uni Eropa). Sementara di tingkat regional, beragam kepentingan dan persaingan antar negara-negara Asia terhadap penguasaan pasar, jalur ekonomi dan sumber daya alam terutama di wilayah-wilayah perbatasan yang dipersengketakan menjadi persoalan tersendiri. Sedangkan di tingkat domestik, instabilitas politik, ancaman krisis ekonomi dan lemahnya sistem penegakan hukum. Persoalan lain yang juga mengemuka di tingkat regional adalah terorisme.
Ancaman militer sebagai bagian dari dimensi ancaman muncul perspektif baru: human security. Berbeda dari perspektif sebelumnya melihat negara sebagai unsur yang paling penting, sedangkan "human security" melihat pentingnya keamanan manusia. Dalam perspektif ini kesejahteraan warga negara merupakan sesuatu yang diutamakan. Ruang lingkup keamanan tidak lagi terbatas pada dimensi militer. Istilah-istilah lain yang kemudian muncul misalnya keamanan lingkungan (environmental security), keamanan pangan (food security), keamanan energi (energy security), dan keamanan ekonomi (economic security) menunjukkan bahwa suatu entitas sosial dan/atau politik kelak menghadapi ancaman dari berbagai bidang kehidupannya.
Menjadi suatu ironi dan kesalahan fatal,
dimana bangsa yang sebesar Indonesia hingga saat ini belum memiliki suatu
landasan legal formal berupa undang-undang keamanan nasional. Adanya kesalahan
pemahaman tentang “Keamanan” yang diartikan menjadi pemahaman sempit hanya
sebagai pemahaman keamanan dalam rangka ketertiban masyarakat. Keamanan
Nasional dalam hal ini “National Security” harus dipahami sebagai upaya untuk
mempertahankan kepentingan nasional Indonesia yaitu tetap tegaknya NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD1945 serta terjaminnya kelancaran dan keamanan
pembangunan nasional.
Kefatalan yang mencolok ialah dikotomi
pemisahan secara tegas kedua institusi keamanan dan pertahanan, dimana keamanan
menjadi tugas dan wewenang kepolisian sedangkan pertahanan menjadi tugas dan
wewenang TNI. Pemahaman yang sempit ini dampak dari kebijakan emosional pasca
reformasi. Dimana pasca reformasi menjadi suatu gerakan yang anti terhadap TNI
yang menganggapnya TNI bagian dari Orde Baru. Sikap Apriori terhadap TNI bahkan
oleh elit politik dan pemerintah akhirnya melahirkan kebijakan yang bersifat
memasung dan memberangus peranan TNI dan sebaliknya memberikan peranan pada
institusi Kepolisian yang seluas-luasnya dengan memaknai “Keamanan” sebagai
fungsi keamanan biasa yang sering difungsikan oleh Kepolisian.
Kebijakan dengan diterbitkannya TAP MPR No.
VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri menjadi tonggak perseteruan wilayah
tanggung jawab “Keamanan Nasonal”. Dimana pada TAP tersebut pasal 1 menyebutkan
bahwa TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi
masing-masing. Pada pasal 2 disebutkan bahwa TNI adalah alat Negara yang
berperan dalam pertahanan Negara; Polri adalah alat Negara yang berperan dalam
memelihara keamanan; dan dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan
kegiatan keamanan, TNI dan Polri harus bekerja sama dan saling membantu.
Peran TNI dan Polri menyebutkan bahwa
pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari ketahanan nasional dengan menghimpun, menyiapkan
dan mengerahkan kemampuan nasional yang menempatkan rakyat sebagai kekuatan
dasar. Alat Negara yang berperan utama menyelenggarakan pertahanan Negara berupa
Tentara Nasional Indonesia. TNI berperan sebagai komponen utama dalam system
pertahanan Negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara
yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai tindaklanjut maka disahkan UU No. 3
tahun 2002 tentang pertahanan Negara, UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. UU No.2 tahun
2002 pasal 4 menyebutkan bahwa “Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan
menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 5
menyebutkan bahwa “Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi
dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasiaonal dalam rangka terciptanya tujuan nasional yang ditandai
oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya
ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan
kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk
pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lain yang dapat meresahkan masyarakat.
Pasal 6 menyebutkan bahwa “Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat.
Sedangkan pada UU No.34 2004 tentang TNI pasal
5 disebutkan bahwa “Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk menegakkan
kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi
keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan Negara, disususn dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai
Negara kepulauan. Pasal 6 disebutkan “Sistem pertahanan Negara adalah system
pertahanan bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga Negara, wilayah, dan
sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah
dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan
berkelanjutan untk menegakkan kedaulatan Negara, mempertahanakan keutuhan
wilayah NKRI, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman”.
Pemahaman yang ambigu dan tidak konsisten
terhadap pemaknaan “Keamanan “ antara keamanan nasional dengan keamanan dan
ketertiban masyarakat pada landasan
perundang-undangan tersebut telah menyediakan lahan abu-abu sebagai
wilayah keamanan nasional. Tanggung jawab siapakan keamanan nasional? Padahal pada tahun 60-an Jenderal Nasution
telah mengingatkan bahwa “Pada saat ini sudah tidak ada lagi pembedaan antara
Keamanan (Keamanan Nasional) dan Pertahanan Negara, karena setiap ancaman
keamanan dari dalam selalu diboncengi ancaman dari luar. Maka keamanan dan
pertahanan itu menjadi satu sekarang dengan apa yang disebut Kemanana Nasional”.
Dampak dari perundang-undangan terkait
pemisahan fungsi pertahanan-keamanan menimbulkan ego sektoral antar institusi.
Menganggap bahwa segala ancaman dari dalam (Keamanan Nasional) hanya menjadi
bagian tugas Polri, sehingga mengakibatkan Polri menjadi insitusi yang super body dengan kewenangan luar biasa
langsung di bawah Presiden. Sedangkan TNI hanya menjadi bagian kementerian
pertahanan yang mengurusi ancaman dari luar. Apabila melihat beberapa dari
definisi yang telah ada tentang Keamanan Nasional, semisal menurut Burry Busan,
Ole Weaver dan Jaap de Wilde (1998) menyebutkan ada dua dimensi pemahaman
nasional security, yaitu Classical Security Complex Theory (CSCT) dan Regional
Security Complex Theory (RSCT). Dua dasar pikiran dari nasional security,
yaitu:
1. Securitization. Sekuritisasi didefinisikan
dalam pendekatan “radically constructivist” yang menyatakan bahwa ancaman
mempunyai makna social—threats are socially constructed. Artinya, meskipun
secara militer tidak dianggap mengancam keamanan, namun jika secara sosial
dianggap mengancam keamanan, maka yang bersangkutan dapat dikenakan tindakan
security. Jadi Buzan melihat keamanan dalam konteks “obyektif” dari “ancaman
yang riil”, melainkan secara subyektif.
2. Sectoral analysis. Analisis sektoral
memahami bahwa security melampaui makna politik-militer, namun mencakup pula
ekonomi, social dan lingkungan. Meski tidak dianggap sebagai ancaman langsung,
namun berpotensi mengarah kepada ancaman militer. Analisis sektoral digunakan
untuk mensimplifikasi proses analisis dengan melihat suatu ancaman sebagai
kesatuan holistic yang dilihat dalam
system dan sub-sistem dimana ancaman tersebut mungkin berkembang.
Menurut buku putih Dewan Ketahanan Nasional
(2010) bahwa telah terjadi pergeseran paradigma konsep keamanan nasional, dari
konsep yang semula berorientasi kepada state centered security bergeser dan
meluas sehingga orientasinya mencakup state centered security dan people
centered security. Konsekuensinya, konsep keamanan nasional menjadi bersifat
komprehensif, atau tidak bersifat tunggal, melainkan majemuk, sehingga pengelolaannya
menjadi tanggung jawab kolektif. Demikian pula Sayidiman Suryohadiprojo yang
mendefinisikan system kemanan nasional sebagai system yang mewujudkan situasi
dan kondisi kemampuan bangsa dalam melindungi semua system kehidupan
nasionalnya, yang didasarkan pada system nilai internalnya sendiri, terhadap
setiap ancaman dan tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Jadi dari berbagai definisi keamanan nasional
di atas maka pemahaman Keamanan Nasional atau Nasional Security sangat luas
tidak hanya sebatas keamanan dan ketertiban masyarakat. Mencakup segala aspek
keamanan dalam negeri yang holistic untuk kepentingan nasional. Pemahaman
nasional interest perlu dipahami sebagai konsep yang lebih pada ranah politik
nasional daripada hubungan internasional. Demikian pula akhirnya pada pemahaman
yang relevan tentang keamanan nasional, khususnya untuk konteks Indonesia.
Keamanan nasional mempertanyakan tentang sesuatu yang perlu dipertahankan,
sehingga ia berkenaan dengan dua pertanyaan dasar what is that we seek to defend? Dana why do wish to
defend it? (Cleary, 2000:31). Ini berkenaan dengan “kepentingan nasional”.
Karenanya, sebelum merumuskan tentang kebijakan keamanan nasional, maka
pertama-tama perlu dipahami bahwa isu ini berkenaan dengan kepentingan nasional.
Kepentingan nasional bukan kepentingan publik.
Kepentingan nasional mempunyai dua ciri, yaitu pertama, merupakan seperangkat
tujuan Negara yang diperjuangkan dalam persaingan dunia dan bukan kepentingan domestik.
Kedua, merupakan kepentingan strategis dengan fokus pada militer dan ekonomi
(Nuechterlein, 2000). Hartman mengemukakan dua jenjang kepentingan nasional,
yaitu pertama kepentingan nasional vital,
kepentingan yang harus dimiliki oleh Negara manapun; hal-hal dasar yang turut
mempertahankan eksistensi Negara tersebut seperti kemerdekaan Negara, menjaga
keutuhan integrasi wilayah ataupun keamanan bagi warganya. Kepentingan nasional
vital merupakan perwujudan Negara sebagai sebuah Negara hidup yang memiliki
nyawa. Kedua, kepentingan nasional secondary perpanjangan dari kepentingan
nasional vital, dan bersifat kompromi, dalam arti tidak akan mengancam
kehidupan dasar Negara apabila tidak dipatuhi.
Sedangkan Nuechterlein (1979:79-80)
mengemukakan empat jenjang kepentingan nasional. Pertama, kepentingan survival,
yang merupakan kepentingan hidup-mati suatu Negara, berkenaan dengan ancaman
militer yang mengancam militer yang mengancam wilayahnya, atau dapat dikatakan
sebagai ancaman yang mematikan. Kedua, kepentingan vital, yang berkenaan dengan
ancaman yang menciptakan kerusakan yang mengganggu kesinambungan hidup Negara.
Ketiga, kepentingan major, berkenaan dengan kepentingan politik, ekonomi dan
kesejahteraan yagn dipengaruhi oleh interaksi dengan Negara lain. Keempat,
kepentingan peripheral, berkenaan dengan kesejahteraan Negara yang tidak
dipengaruhi oleh interaksi dengan Negara lain.
Dalam Buku Putih Kemhan, memilih tiga jenjang
kepentingan nasional, yaitu ;
1.
Mutlak : tetap
tegaknya NKRI.
2.
Vital :
Keberlanjutan pembangunan nasional
3. Utama : perdamaian
dunia dan stabilitas regional.
Menurut Riant Nugroho (2014) dalam merumuskan
Keamanan nasional pertama-tama harus membangun pemikiran atau kerangka berfikir
perumusan kebijakan keamanan nasional. Pendekatan yang digunakan adalah
sekuensi: pengumpulan kembali informasi, untuk menciptakan pemahaman, baru
kemudian mengembangkan kerangka kebijakan yang lebih mantap. Informasi
menghasilkan premis-premis tentang keamanan nasional, yaitu:
1. Keamanan nasional
adalah keperluan untuk memelihara kelangsungan hidup satu bangsa.
2. Keamanan nasional
adalah bagian dari ketahanan nasional.
3. Keamanan nasional
adalah kepentingan nasional (the
signified what is the most important to the state-survival being at the top of
the list).
Hubungannya adalah jika keamanan nasional
begitu penting (bukan sekedar ketertiban domestic seperti banyak pemahaman saat
ini) maka sudah pasti keamanan nasional adalah kebijakan public. Bahkan,
keamanan nasional adalah “kebijakan publik inti”. Karena itu masalah genting
secara aturan kelembagaan bagi Indonesia adalah:
1.
Kita belum punya
kebijakan keamanan nasional
2. Kita salah
mengerti tentang keamanan nasional dan berdebat tidak ada habisnya, sementara
Negara lain memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingan mereka.
Untuk itu, perlu mempunyai pemahaman yang
lebih memadai tentang keamanan nasional, melalui tiga cara:
1.
Memahami dengan
baik makna “Keamanan Nasional” dan menyepakatinya
2.
Merumuskan
“kebijakan”nya
3.
Menjadikan
sebagai “jangkar keunggulan Negara bangsa”
Pemahaman mikro tentang keamanan nasional
adalah tentang peran masing-masing lembaga kunci keamanan nasional, khususnya
antara TNI dan Polri; Pada saat keamanan nasional pada kondisi “menghadapi
tantangan” dan “menerima hambatan”, maka mesin yang bergerak pertama kali
adalah Polri dan rakyat, dimana rakyat mempunyai peran lebih besar. Pada saat
berada pada konteks “gangguan”, maka ketika gangguan sudah berkenaan dengan
keselamatan bangsa, termasuk di dalamnya terorime, TNI mulai berperan,
sementara Polri memberikan mendukungan. Pada konteks “ancaman”, maka TNI yang
menjadi mesin utamanya didukung oleh Polri dan seluruh rakyat, khususnya
Komponen Cadangan.
Maka pemahaman keamanan nasional berubah dari
sekedar TNI bersama Polri menjadi empat pilar: TNI, Polri, Kementerian Dalam
Negeri, dan Kementerian Luar Negeri. Dengan demikian, pemahaman atas isu
Keamanan Nasional bukan masalah sengketa “Polri” atau “TNI” karena “terlalu
besar” untuk diurus Polri sendirian, ataupun TNI.
Pelaksana dari Keamanan Nasional adalah empat
pilar : TNI, Polri, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri. TNI
sebagai fungsi alat perang, Polri sebagai alat ketertiban, Kemdagri sebagai
alat politik domestic dan Kemlu sebagai alat diplomasi internasional. Keamanan
Nasional akan terwujud bila ada sinergi dari keempat pilar ini.
Pada jenjang makro, maka kebijakan keamanan
nasional berkenaan dengan kepentingan nasional yang lebih besar. Pemahaman yang
dikembangkan adalah, pertama, Keamanan Nasional adalah urusan seluruh bangsa,
lebih dari keempat pilar tadi; kedua, secara operasional Keamanan Nasional
adalah urusan pertama dan utama dari Presiden NKRI. Dengan demikian pemahaman
kebijakan keamanan nasional adalah kebijakan ang pro-aktif, yaitu:
1.
Melindungi
kepentingan NKRI.
2.
Kepentingan NKRI
adalah
-Memastikan
keutuhan kedaulatan Negara dan bangsa, secara ideology, politik,ekonomi,
social dan budaya.
-Memastikan setiap
rakyat Indonesia dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraannya, baik di
dalam lingkungan nasional atau domestic maupun internasional atau global (Nugroho
R, 2014).
Meskipun sudah ada MOU dan pasal tentang kerjasama
dan perbantuan TNI terhadap tugas keamanan Polri, tetapi tetap saja ada ego sektoral
terhadap domain dan otoritas terhadap tugas “keamanan” itu sendiri. Oleh karena
itu dengan terbukanya pemahaman tentang makna dari Keamanan Nasional atau “National
Security” di atas perlu kerja sama semua elemen bangsa dalam menjaga keamanan
nasional. Tidak cukup hanya dijalankan oleh Polri saja. Melihat fenomena
ancaman keamanan saat ini yang kompleks, terutama yang bersumber dari masalah ideology
yang semakin kronis dan keroposnya Negara dari dalam, maka perlu adanya suatu
institusi yang menaungi masalah Keamanan Nasional ini. Seperti suatu Dewan
Keamanan yang terdiri dari empat pilar; TNI, Polri, Kemdagri dan Kemlu. Sudah
tidak saatnya lagi berfikir sektoral untuk mengurus Keamanan Nasional.
REKOMENDASI
Perlu segera di pemerintahan yang baru ini
untuk merumuskan kembali RUU KEAMANAN NASIONAL dan kemudian mengesahkannya
sebagai pijakan legal formal dalam menegakkan Keamanan Nasional NKRI. RUU
Keamanan Nasional sangat penting untuk pijakan kebijakan-kebijakan keamanan
berikutnya termasuk RUU KOMPONEN CADANGAN. Bahwa hadirnya UU KAMNAS akan melindungi HAM warga negara dan tegaknya NKRI di masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar