KELOMPOK MUJAHIDIN INDONESIA TIMUR (SANTOSO) |
SADISME KELOMPOK SANTOSO MULAI MENIRU
PERILAKU ISIS
Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan
Santoso alias Abu Wardah saat ini merupakan jaringan teroris paling eksis dan
militan di Indonesia. Kelompok ini sebagai regenerasi dari kelompok Solo
sebelumnya. Gerakan berpusat di daerah Poso namun jaringannya meluas ke
berbagai daerah di Indonesia, baik di Jawa hingga ke Bima. Santoso yang
sebelumnya hanya sebagai simpatisan dari kelompok teroris Abu Umar dan Abu
Tholut, kini setelah kedua tokoh tersebut tertangkap berperan menjadi tokoh sentral baru dalam jaringan teroris di
Indonesia. Hampir aksi-aksi teror di berbagai daerah akhir-akhir ini dilakukan
oleh kelompok-kelompok yang memiliki afiliasi dengan kelompok MIT. Mulai
kelompok Farhan, Abu Roban (Mujahidin Indonesia Barat), Dayat hingga kelompok
Thoriq.
MIT juga merupakan kelompok utama pendukung gerakan ISIS
Indonesia yang heboh belakangan ini. Banyak anggota dan Santoso sendiri
melakukan baiat mendukung gerakan ISIS. MIT akan menggunakan ISIS sebagai
ideology baru dalam perjuangan kelompoknya, yaitu dengan meniru dan mengadopsi
cara-cara kekerasan yang dianggap sukses dilakukan ISIS di Iraq dan Suriah. Dengan
melakukan tindakan kekerasan; berupa sadisme pembunuhan, penjarahan dan
perampokan ISIS telah berhasil menguasai berbagai daerah strategis dan
mengklaimnya sebagai daulah Islamiyah yang baru. Pola ini nampaknya yang akan
ditiru dan diadopsi oleh kelompok MIT, dengan menebarkan kekerasan dan
ketakutan di masyarakat sehingga dapat dijadikan upaya pemaksaan terhadap
tujuan yang hendak dicapai.
Buktinya adalah beberapa waktu yang lalu kelompok MIT
melakukan pembunuhan terhadap M. Fadli (50) di desa Taunca Padalembara,
Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Fadli dibunuh
dengan cara digorok di depan rumahnya sendiri. Alasannya ia dianggap sebagai
informan aparat, yang memberikan informasi terkait gerakan kelompok MIT. Perbuatan
ini sungguh perbuatan sadis dan kejam. Ada indikasi bahwa kesadisan itu ditiru
dari perbuatan kelompok ISIS yang dengan kejam pula membantai tawanan, termasuk
mengeksekusi wartawan asing.
Dengan mengadopsi ideology kekerasan itu, maka kelompok MIT
tentu kedepan akan lebih agresif dan berani melakukan kekerasan / sadisme dalam
aksi-aksi terornya, karena menganggap cara-cara demikian adalah dibenarkan
dalam perjuangannya seperti halnya kelompok ISIS.
Selain itu MIT terus berupaya mengembangkan jaringannya
hingga sampai di Bima. Setelah Poso dijadikan “Tanah Suci” bagi kelompok MIT,
kini Bima sepertinya akan dijadikan sasaran untuk wilayah perluasan kekuasaan.
Terbukti dari beberapa kasus terorisme di Bima belakangan ini, seringkali
terhubung dengan kelompok MIT.
Sebagai contoh pada 20 September 2014, pukul 16.00 WITA buronan
teroris Adnan alias Deo alias si Kancil alias Nurdin ditembak mati dalam
penyergapan di rumah orang tuanya, Abdullah Seno, Dusun Kala Timur, Desa Oo
Dompu. Nurdin terlibat dalam pelatihan paramiliter di Poso bersama Santoso,
serta menyiapkan tempat pelatihan di Dompu untuk kelompok Roy Makassar. Dalam
penyergapan tersebut ditemukan dua bom yang berhasil dijinakkan, mengamankan
barang bukti berupa; uang Rp. 2.162.000,- , dompet warna hitam, satu HP Mito
warna putih dan kaus ISIS warna hitam, satu hand phone Nokia dalam keadaan
rusak, dan satu lembar kain putih bertuliskan ayat Al Quran. Diamankan pula
satu keeping VCD, satu seluler LG warna hitam, empat buah kartu Simpati dan
satu kartu XL serta satu buah charge Nokia.
Bima saat ini menjadi perhatian aparat untuk terus mengungkap
jaringan teroris MIT. Selain menembak mati Nurdin, aparat juga berhasil
menangkap lima terduga teroris. Tiga orang diantaranya diketahui sebagai
buronan Poso. Penyergapan berdasarkan pengembangan kasus penangkapan buronan
Juwait alias Herman alias David di desa Sai Kabupaten Bima. Ia diduga ikut
pelatihan paramiliter di Poso bersama Santoso pada Maret 2013. Selain itu,
bersama kelompok Roy Makassar, Gondong berangkat dari Poso ke Bima untuk
pelatihan paramiliter.
Selain itu pada waktu yang sama ditangkap juga Juned alias
Gun di desa Sai, Kabupaten Bima dan Dedi Irawan alias Irawan di Wera pada pukul
17.00 WITA. Kemudian berhasil ditangkap Samil alias Salman di rumahnya di
Panaraga, Kota Bima. Samil juga terlibat dalam akstivitas jaringan teroris di
Bima.
ANALISIS
Berdasarkan perkembangan kasus di Bima, maka tidak heran
apabila beberapa waktu yang lalu ditemukan
dukungan terhadap ISIS di wilayah Bima. Dukungan tersebut kuat dugaan dilakukan
oleh kelompok jaringan Santoso di Bima. Sebagaimana analisis bahwa ideology
ISIS banyak mendapatkan simpati dari kelompok Islam radikal di Indonesia. Saat
ini kelompok Santoso terus berupaya menyebarkan pengaruh dan jaringannya di
wilayah Indonesia Timur. Wilayah Timur menjadi incaran pengembangan jaringan
kelompoknya kemungkinan karena wilayah Timur masih jarang mendapatkan perhatian
dari aparat, dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kondisi wilayah
yang secara geografis bergunung-gunung dan penduduk yang masih jarang dianggap
lebih cocok untuk mendirikan tempat pelatihan paramiliter teroris yang aman,
seperti halnya di Poso. Adanya kelompok-kelompok Muslim minoritas yang
termarjinalkan di wilayah itu, dengan tingkat pendidikan yang rendah akan
memudahkan memasukkan faham dan doktrin ideology mereka. Wilayah Timur seperti
Bima nampaknya akan dijadikan basis pelatihan dan pengkaderan seperti halnya
tempat pelatihan paramiliter di Janto, Aceh Besar yang telah diporak-porandakan
aparat. Tetapi dari wilayah Timur itu kemudian mereka akan melalukan aksi-aksi
terornya di wilayah Tengah dan Barat, yaitu tempat atau kota-kota yang memiliki
nilai strategis untuk dijadikan target terornya.
Dengan mengadopsi ideology ISIS yang dengan terang-terangan
mereka dukung, kedepan yang sangat mengawatirkan ialah semakin militan dan
sadisnya kelompok teroris di Indonesia. Mereka semakin kehilangan akal sehat
dan hati nurani dengan tidak segan-segan membantai targetnya. Tidak hanya
sekedar membunuh secara biasa, tetapi lebih mengarah pada sadisme dan
pembantaian. Dengan dipublikasikan secara masif di media visual cara-cara ISIS
membantai tawanan dengan sadisnya dan kemudian cara-cara seperti itu yang
dianggapnya boleh dan tepat untuk dilakukan teroris di Indonesia untuk
menebarkan ketakutan dan memaksakan tujuannya. Kesamaan tujuan dan ideology
yaitu mendirikan daulah Islamiyah (Negara Islam) menjadi perekat semangat dan
dukungan diantara mereka. Dibuktikan dengan ditangkapnya empat warga negara
Turky di Poso yang diindikasikan sebagai upaya untuk memberikan bantuan dan
dukungan terhadap kelompok ISIS di Indonesia. Apabila tidak segera diatasi maka
kelompok MIT dan pengaruh sadisme ISIS akan menjadi ancaman yang serius di
kemudian hari.
REKOMENDASI
Dari uraian di atas dapat diberikan rekomendasi sebagai
berikut.
1. Secepat mungkin menangkap Santoso alias Abu Wardah
pimpinan Mujahidin Indonesia Timur.
2. Menumpas gerakan teroris MIT dengan menyertakan seluruh
komponen masyarakat terutama di Poso.
3. Menghentikan pengaruh ISIS dan faham radikal fundamentalis
di Indonesia dengan pengawasan sosial media dan peranan ulama serta tokoh
masyarakat.
4. Penegakan hukum dan pencegahan terhadap upaya-upaya
kelompok atau perorangan yang akan melakukan tindakan radikalisme.
5. Melarang gerakan upaya pembentukan Negara Islam Indonesia
dan memasukkannya dalam gerakan subversi yang mengancam eksistensi NKRI,
Pancasila, UUD1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar