KRONOLOGIS KASUS
1. Pada 12 Oktober 2002, sekitar pukul 22.30,
Imron mengemudikan mobil L-300 dari rumah singgah hingga Jalan Legian. Di dalam
bom mobil itu ada Pengantin, Arnasan dan Feri.
2. Beberapa ratus meter sebelum tiba di depan Sari
Club, Arnasan mengambil alih kemudi dan Imron kemudian membonceng Idris yang
mengendarai kendaraan sepeda motor.
3. Ketika tiba di depan Sari Club, Feri keluar
dari mobil dan berjalan kaki menuju Paddy’s Club langsung masuk ke dalam bar.
Pukul 23.08 dia meledakkan diri.
4. Saat kepanikan terjadi, termasuk pengunjung
Sari Club berhambur keluar, 31 detik setelah bom Paddy’s Club meledak, Arnasan
meledakkan bom mobil.
5. Idris dan Imron yang melarikan diri menggunakan
sepeda motor, meledakkan bom di depan Konsulat Amerika Serikat di Denpasar
menggunakan ponsel, tepat 30 detik setelah bom mobil meledak.
ORGANISASI DAN
TUGAS
1.
Koordinator
a. Mukhlas alias Ali Ghufron :
dieksekusi mati 8 November 2008.
b. Imam Samudra : dieksekusi mati 8
November 2008.
2. Perakit bom
a. Dr. Azhari bin Husin : terbunuh saat
penangkapan di Malang pada 2005.
b. Dulmatin : terbunuh saat penyergapan
di Solo pada 2010.
c. Umar patek : ditangkap di Pakistan
dan dipenjara 20 tahun.
d. Sarjio alias Sawad : dipenjara di Lapas
Kedungpane, Semarang.
e. Abdul Ghoni : dipenjara di Lapas
Kedungpane, Semarang.
3. Logistik
a. Idris
: bebas dari penjara pada 2009 dan tinggal di Sumatra.
b. Amrozi
bin Nurhasyim : dieksekusi mati pada 8 November 2008.
c. Ali
Imron : setelah ditangkap pada 2003 dan dipenjara, membantu polisi memecahkan kasus teroris.
4. Personel Pendukung
a. Mubarok : setelah ditangkap dan
dipenjara membantu polisi memecahkan kasus teroris.
b. Maskur Abdul Kadir : Tinggal di
Surabaya setelah bebas dari penjara.
5. Pengantin
a. Arnasan alias Iqbal : pengebom di
Sari Club.
b. Feri alias Isa : pengebom di Paddy's
Club.
6. Pengumpul
Dana.
-
Abdul Rauf, Andri Oktavia, Andi Hidayat dan Junaidi : menyokong dana sekitar
Rp. 35.000.000,- dari hasil perampokan. Dibebaskan setelah menjalani hukuman.
KORBAN
Korban bom Bali
I mencapai 202 orang tewas dan ratusan lainnya mengalami luka-luka. Merupakan
aksi teroris terbesar dalam sejarah teror di Indonesia hingga saat ini. Korban
sebagian besar adalah warga asing, yaitu :
1. Australia: 88
orang
2. Indonesia :
38 orang.
3. Inggris : 23
orang.
4. Jerman : 6
orang.
5. Swedia : 5
orang.
6. Belanda : 4
orang.
7. Prancis : 4
orang.
8. Swiss : 3
orang.
9. Denmark : 3
orang.
10. Selandia
Baru : 3 orang.
11. Jepang : 2
orang.
12. Brasil : 2
orang.
13. Afrika
Selatan : 2 orang.
14. Korea : 2
orang.
15. Kanada :
2orang.
16. Portugal : 1
orang.
17. Ekuador : 1
orang.
18. Italia : 1
orang.
19. Yunani : 1
orang.
20. Taiwan : 1
orang.
21. Polandia : 1
orang.
22. Tidak
teridentifikasi : 2 orang.
ANALISIS
Aksi terorisme
Bom Bali I merupakan aksi terbesar dalam sejarah terorisme di Indonesia.
Dilakukan oleh kelompok Ali Ghufron alias Mukhas yang merupakan sempalan dari
kelompok Jamaah Islamiyah pimpinan Abu Bakar Ba’asyir. Aksi merupakan
kelanjutan dari Bom malam Natal yang di lakukan oleh kelompok Hambali pada 2000.
Bom malam Natal merupakan aksi peledakan 50 bom di 8 kota dalam waktu hampir bersamaan.
Tetapi dari 50 bom yang dipasang tersebut hanya 25 bom yang berhasil meledak
dan mengakibatkan 17 orang tewas dan 120 orang terluka. Ali Ghufron mendapatkan
penyerahan komando operasi dari Hambali ketika melarikan diri di Thailand
karena Hambali sudah merasa terdesak. Selanjutnya Ali Ghufron pada 2002
berhasil masuk di Indonesia, melakukan reorganisasi dan pertemuan-pertemuan
yang di lakukan di Solo, Jawa Tengah.
Aksi bom Bali I
terorganisir dengan baik menunjukkan kemampuan kelompok ini yang matang. Jaringan
Bom Bali I sangat kompleks dan rumit dengan melibatkan 9 jaringan kelompok lain
; Kelompok Serang (13 orang), kelompok Abdul Rauf (4 orang), kelompok Sukoharjo
(2 orang). Tiga kelompok ini terlibat
dalam persiapan, menyembunyikan pelaku, pendanaan dan survey. Kelompok Lamongan
(11 orang) dan kelompok Bali (4 orang) merupakan kelompok yang terlibat
langsung dalam peledakan. Sedangkan kelompok Solo (9 orang) menangani
pasa-ledakan dan mencarikan persembunyian. Sebagai tambahan ada pula kelompok
Riau dan Manado yang terlibat secara tidak langsung dalam persiapan.
Perencanaan
dilakukan dengan baik, dan kemampuan perorangan mencukupi karena sebagian besar
dari anggota kelompok ini merupakan alumni Afganistan yang berpengalaman
menjalani pelatihan paramiliter dan perang melawan Soviet. Aksi didukung dengan
dana yang memadai berasal dari hasil perampokan (fa’i) toko emas oleh kelompok
Imam Samudra di banten pada 2001. Selain itu dana diperoleh dari bantuan
kelompok Al Qaeda pimpinan Osama bin Ladin melalui Hambali yang masuk dalam
jaringan Al Qaeda.
Motif Bom Bali I
merupakan bentuk serangan balasan terhadap Amerika cs. yang melakukan kejahatan
anti-kemanusiaan di negara-negara Islam di Timur Tengah. Teror ini ditujukan
pada warga-warga sipil negara asing yang berada di pusat wisata Bali sebagai
aksi setimpal terhadap Amerika cs. yang telah membunuh dan menyiksa para ikhwan
di Timur Tengah khususnya Palestina. Aksi teror akan terus dilakukan sebagai
bentuk jihad mempertahankan diri dan harga diri sebagai umat Muslim sampai
Amerika dan antek-anteknya bertaubat dan menghentikan aksi anti-kemanusiaannya.
Bagi mereka Amerika cs. adalah teroris sesungguhnya.
Terorisme bom
Bali I ini merupakan pengalaman berharga terhadap pemerintah Indonesia yang
kemudian menjadi sejarah dalam proses penanggulangannya. Bom Bali I menjadi
peristiwa yang menjadikan kerjasama pengungkapan kasus terorisme yang
melibatkan kerjasama paling banyak anti-terorisme negara asing. Peristiwa ini juga
mendorong pemerintah Megawati pada waktu itu dengan segera memberlakukan Perpu
No. 1 dan 2 tahun 2002 dan kemudian dijadikan Undang-Undang RI No. 15 tahun
2003 tentang penanggulangan tindak pidana terorisme yang merupakan tonggak
hukum dalam penanggulangan terorisme di Indonesia.
Kemampuan
personel kelompok Ali Ghufron ini berbeda dengan kelompok-kelompok baru yang
muncul kemudian sebagai regenerasi. Kelompok Noordin M. Top masih bisa
melakukan pengkaderan dengan baik karena masih dipimpin oleh generasi lama dan
anggotanya masih banyak yang berkesempatan mendapatkan pelatihan yang layak di
medan-medan konflik Poso, Ambon, Maluku Utara dan Moro di Filipina. Tetapi, setelah
kelompok lama berhasil dibongkar dan digulung oleh Densus 88, generasi
kelompok-kelompok baru kesulitan dalam pendanaan dan pelatihan yang memadai.
Kelompok baru terpecah dalam kelompok-kelompok kecil dan kemampuan tempur yang
kurang. Dapat dikatakan kelompok baru memiliki kemampuan yang amatiran,
meskipun saat ini tehnik yang digunakan lebih berkembang. Tehnik terbaru
kelompok teroris di Indonesia sudah mengembangkan tehnik pembuatan bom rakitan,
penggunaan racun dan hacker (cybercrime) untuk mendapatkan dana aksi terorisme.
Meskipun begitu penguasaan tehnik ini belum matang karena belajar secara
otodidak dan pengejaran oleh aparat yang terus-menerus memojokkan posisinya.
( Fajar Purwawidada, MH., M.Sc. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar