KASUS
Pada Sabtu, 27 Juli
2013 pukul 04.30 WIB, Aipda Patah Saktiyono (53), anggota Satlantas Polres
Metro Jakarta Pusat di tembak di Jalan Cirendeu Raya, Ciputat, Tangerang
Selatan. Tembakan mengenai dada kiri, tetapi nyawa Patah masih bisa
diselamatkan.
Pada Rabu, 7 Agustus
2013 pukul 05.00, Aiptu Dwiyatna (50), anggota Satbimas Polsek Metro Cilandak
tewas ditembak di Jalan Otista Raya, Ciputat, Tangerang Selatan. Dwiyatna
tertembak di kepalanya saat dalam perjalanan masuk tugas.
Pada Jumat, 16 Agustus
2013 pukul 21.50 Aiptu Kus Hendratna ditembak di bagian kepala saat akan apel
malam di Mapolsek Pondok Aren. Serangkaian penembakan ini, pelaku juga membunuh
Bripka Ahmad Maulana, anggota Reskrim Polsek Pondok Aren yang berusaha melumpuhkan
pelaku.
PENGUNGKAPAN KASUS
Penembakan tersebut
dilakukan oleh Nurul Haq alias Jack (28) dan Hendra Albar (30). Nurul Haq
kelahiran Jakarta 16 September 1985. Dia
tamatan akademi telah menikah dan memiliki seorang anak. Sedangkan Hendra Albar lahir di Kendal, Jawa
Tengah 7 Juli 1983. Hendra sudah menikah dan memiliki tiga anak. Pendidikan
terakhir SLTA. Keduanya saat ini masih buron.
Pada tiga kali aksi
penembakan anggota polisi, Nurul Haq diketahui selalu berperan sebagai joki
atau pilot atau pengemudi sepeda motor, dan Hendi Albar sebagai eksekutornya.
Keduanya memiliki latar belakang kelompok teroris yang pernah ikut latihan di
Gunung Sawal, Jawa Barat. Kedua pelaku ahli dalam merakit senjata api dan bom
pipa. Dalam ketiga aksinya menembak empat polisi, tiga diantaranya
meninggal, selalu menggunakan sepeda
motor atau senjata yang sama. Senjata yang digunakan merupakan senjata modivikasi
pabrikan dengan rakitan caliber 9 mm. Di keempat kasus tersebut ditemukan caliber
yang sama sehingga diyakini senjata yang digunakan juga sama. Pelacakan
penggunaan senjata api diduga berasal dari pusat industri senapan angin di
Cipacing, Sumedang, Jawa Barat. Penelusuran ini juga berdasarkan pengembangan
kasus kepemilikan senjata airsoftgun illegal serta temuan ratusan peluru di
TMII. Kemudian Polisi menangkap Aris Widagdo (46) warga Cicendo Bandung, di Cipacing,
Sumedang pada 23 Agustus 2013. Saat rumah Aris digeledah polisi pada 25 Agustus
2013 ditemukan ribuan amunisi. Sehari kemudian, polisi menangkap lima perajin
dan penjual senjata api rakitan di Cipancing. Kelimanya adalah; Yona Martina
(25), Yopi maulana (31), Asep Barkah (36), Aok
Dahron (40) dan Dede Supriyatna (47). Kelimanya ditangkap atas pengembangan
kasus penemuan amunisi milik Aris.
Kedua pelaku termasuk
jaringan teroris dan terlibat aksi perampokan (fa’i) untuk pendanaan aksi
terorisme. Diantaranya perampokan BPR Cililitan, Kabupaten Bandung Barat,
perampokan Kantor Pos Koja, Jakarta Utara, penembakan anggota polisi di Bekasi
dan perampokan toko emas di Tambora, Jakarta Barat. Mereka menyuplai lima
senjata api dalam aksi perampokan di Tambora.
ANALISIS
Jaringan kelompok kedua
teroris Jeck dan Hendi ini terkait dengan jaringan kelompok Abu Roban dan kelompok Santoso di Poso. Mereka adalah
teroris spesialis memerangi polisi atau menjadikan polisi sebagai target aksi
terornya. Polisi dijadikan sasaran serangan dan pembunuhan karena sebagai
bentuk balas dendam terhadap ihwan-ihwan mereka yang telah ditembak mati oleh
Densus 88. Tuntutan yang utama adalah pembubaran Densus 88, oleh karena itu
beberapa target banyak yang menjadikan Markas Densus 88 dan Brimob sebagai
target serangan bom bunuh diri. Keterkaitan lainnya adalah sama dengan jaringan
kelompok Thoriq, kelompok Farhan dan kelompok Abu Hanifa di Solo yang
menjadikan Pos Polisi, Mako Brimob dan Mako Densus 88 sebagai target bom bunuh
diri mereka.
(Fajar Purwawidada, MH., M.Sc.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar